Perpres Investasi Industri Miras Diteken, Legislator PDIP: Semangatnya Kearifan Lokal
Hendrawan mengatakan investasi apapun, termasuk soal miras, dilakukan dengan niat dan tujuan memberikan kesempatan lebar bagi daerah tujuan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal diteken dengan semangat sesuai kearifan lokal.
Diketahui, pemerintah menetapkan industri minuman keras (miras) sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini.
Sebelumnya, industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.
Baca juga: PKS Tolak Perpres Investasi Industri Miras: Dengan Dalih Apapun Perpres ini Sangat Meresahkan
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Baca juga: PAN: Perpres Miras Harus Dikaji Serius karena Mudaratnya Pasti Lebih Banyak
"Pernah menjadi perdebatan ketika di DPR dilakukan pembicaraan tentang RUU Minuman Beralkohol (2014-2019), yang berakhir dengan tidak ditemukan kesepakatan final. Intinya, sejumlah rambu tetap dibutuhkan untuk meminimalisir efek negatif miras. Semangatnya sesuai dengan kearifan lokal di masing-masing daerah," ujar Hendrawan, kepada wartawan, Senin (1/3/2021).
Hendrawan mengatakan investasi apapun, termasuk soal miras, dilakukan dengan niat dan tujuan memberikan kesempatan lebar bagi daerah tujuan.
Dalam kasus ini, dia merujuk kepada Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol dan Industri Minuman Mengandung Alkohol (Anggur), masuk didalam Perpres ini dengan persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud untuk keduanya adalah Penanaman Modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
"PDI Perjuangan selalu menggunakan matriks pertimbangan yang masak, sehingga investasi yang masuk harus menciptakan pertumbuhan dan kesempatan kerja yang inklusif, dan memiliki akar kultural yang kuat," kata dia.
Lebih lanjut, Hendrawan mengatakan bahwa investasi juga harus disesuaikan dengan masing-masing karakter daerah tempat investasi dilakukan.
Dengan demikian, investasi yang masuk diterima baik oleh masyarakat setempat dan bukannya justru malah membuat masyarakat resah.
"Intinya, investasi harus disesuaikan dengan karakteristik daerah tujuan investasi tersebut. Jangan sampai investasi masuk, masyarakat sekitar tidak menerima dengan baik. Jangan sampai ekonomi tumbuh, tapi masyarakat resah," tandasnya.