51,5 Persen Rumah Tangga di Indonesia Tak Punya Tabungan untuk Berjaga-jaga Saat Pandemi Covid-19
Berbagai cara dilakukan oleh rumah tangga di Indonesia untuk bertahan di tengah sulitnya krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dampak sosial ekonomi begitu terasa selama pandemi Covid-19 tak juga usai selama setahun ini.
Banyak kaum golongan atas hingga menengah ke bawah harus menanggung sulitnya beban ekonomi akibat kehilangan pendapatan dari tempat bekerja yang terpaksa tutup akibat pandemi corona.
Sebuah survei kolaborasi antar lembaga nasional dan internasional melakukan riset nasional terkait dampak pandemi pada kehidupan sosial dan ekonomi.
Hasilnya sangat mengejutkan, ternyata setengah dari seluruh rumah tangga di Indonesia atau 51,5 persen tidak memiliki tabungan untuk berjaga-jaga dalam kondisi darurat.
Deputi Direktur The SMERU Research Institute Athia Yumna menjelaskan hasil surveinya meliputi 12.216 sampel rumah tangga.
Sampel itu merupakan representatif dari tingkat nasional yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia yang dilakukan dalam kurun waktu antara Oktober-November 2020.
Baca juga: 3 Olahan Jahe Ini Bantu Tingkatkan Imunitas di Kala Pandemi
Baca juga: Ahli: Yang Membantu Selesaikan Pandemi Bukan Vaksin, Tapi Program Vaksinasi
Survei ini dilakukan SMERU untuk mengukur dampak dari Covid-19 terhadap rumah tangga Indonesia dan memaparkan informasi sebagai dasar atau masukan dalam pembuatan kebijakan pemerintah.
"Setengah dari seluruh rumah tangga atau 51,5 persen tidak memiliki tabungan untuk berjaga-jaga. Ini mengkhawatirkan, karena program bantuan sosial tunai tentu tak mungkin dilakukan terus menerus kalau ekonomi kita terus menurun," jelas Athia dalam webinar berjudul Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Pandemi Terhadap Rumah Tangga di Indonesia, Kamis (4/3/2021).
Selain itu, Athia menemukan fakta baru terkait surveinya yakni berbagai cara dilakukan oleh rumah tangga di Indonesia untuk bertahan di tengah sulitnya krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini.
Dalam temuannya, SMERU mengungkapkan sepertiga atau 27,3 persen masyarakat menggadaikan kepemilikan barang-barang untuk bertahan hidup.
Sementara seperempat dari mereka atau 25,3 persen meminjam uang secara informal dari keluarga atau kerabat.
Kemudian, dalam survei itu ditemukan pula bahwa anggota rumah tangga yang menjalankan usaha mikro dan kecil (UKM) dan hampir seluruh usahanya atau 87,5 persen telah terkena dampak pandemi Covid-19.
Kebanyakan usaha itu telah gulung tikar akibat tak kuat menanggung beban yang tinggi seperti produksi hingga menggaji karyawan karena tak ada lagi pendapatan sejak pembatasan sosial berskala besar.
"Kekhawatiran yang utama dari para pelaku usaha mikro dan kecil ini adalah pelanggan yang menjadi lebih sedikit, menurunnya penerimaan, serta meningkatnya biaya operasional," tutur Athia.
Survei SMERU mencatat bahwa 71,5 persen rumah tangga hidup dengan anak di bawah umur 18 tahun dan 25,4 persen memiliki anak berusia di bawah 5 tahun.
Kemudian 30,4 persen rumah tangga tinggal dengan orang lanjut usia, 15,8 persen dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit kronis, 6,7 persen dengan penyandang disabilitas, dan 3,2 persen dengan ibu hamil.
Berdasarkan hasil survei itu, SMERU memberikan kesimpulan bahwa pandemi Covid-19 telah memberikan dampak sangat parah kepada keuangan rumah tangga.
Baca juga: Penghasilan Drop di Masa Pandemi, Pedangdut Lala Sawer Kuras Tabungan
Baca juga: Aris Terkejut, Rp 13 Juta Saldo Tabungannya di Bank BUMN di Bojonegoro Hanya Bersisa Rp 500 Ribu
Kondisi ini kemungkinan juga masih akan berlanjut pada 2021 jika tak ada kebijakan pemerintah yang berdampak panjang bagi kelangsungan ekonomi golongan bawah.
"Kami menemukan 3 dari 4 rumah tangga mengalami penurunan rumah tangga, utamanya pada yang memiliki anak dan yang tinggal di perkotaan," kata Athia.
Kemudian, sekitar 14 persen pencari kerja utama di keluarga harus pindah kerjaan akibat pandemi atau mencari alternatif pekerjaan dengan pendapatan harian.
Namun, separuhnya berpindah dari pekerjaan formal ke informal.
"Setengah dari rumah tangga tidak memiliki tabungan. Sehingga sebagai akibat dari bertahan, 1 dari 3 rumah tangga harus menjual barang, kemudian seperempatnya meminjam secara informal dari keluarga atau teman," ungkap Athia.
Survei kolaborasi ini merupakan hasil kerja sama dengan UNICEF, UNDP, Prospera, dan The SMERU Research Institute.