Saksi Ubah-Ubah Keterangan Soal Arahan Eks Mensos, Kubu Juliari Duga Ada yang Karang Cerita
Dion Pongkor menyoroti keterangan Hartono dan Pepen yang tidak konsisten, bahkan terkesan berubah - ubah.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sidang kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (8/3/2021) untuk terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar.
Agenda sidang yakni mendengar kembali keterangan sejumlah saksi, termasuk Sekjen Kemensos Hartono Laras dan Dirjen Linjamsos Kemensos Pepen Nazaruddin yang pada sidang tanggal 3 Maret lalu juga didengar pernyataannya.
Baca juga: Sidang Korupsi Bansos: Diminta Tagih Uang ke Vendor Bansos, Saksi Sebut Arahan Juliari Bikin Pusing
Kuasa hukum Eks Menteri Sosial Juliari P Batubara, Dion Pongkor menyoroti keterangan Hartono dan Pepen yang tidak konsisten, bahkan terkesan berubah - ubah.
Salah satu bentuk mencolok ketidak konsistenan itu yakni pernyataan keduanya tentang fee operasional bansos.
Baca juga: Kasus Dana Bansos, Saksi Sebut Pembagian Jatah Paket Bansos Tergantung Permintaan Juliari
Di sidang tanggal 3 Maret lalu, baik Pepen dan Hartono mengaku tak pernah mengonfirmasi ke Juliari terkait arahan pungutan operasional Bansos, dan hanya tahu informasi tersebut dari mulut Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos.
Namun pada sidang hari ini, pernyataan keduanya bertolak belakang dari keterangan di sidang 3 Maret. Mereka mengaku ada arahan langsung dari Juliari.
"Dua saksi yang dihadirkan oleh KPK yaitu Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin juga tidak konsisten mengenai arahan Mensos, di mana dalam sidang pada tanggal 3 Maret 2021 saksi Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin menyampaikan bahwa para saksi sama sekali tidak melakukan konfirmasi ke Menteri Juliari atas cerita Adi Wahyono mengenai pungutan operasional bansos," kata Dion Pongkor yang turut hadir di ruang sidang, Senin.
Baca juga: Saksi Ungkap Sejumlah Vendor Bansos Dimintai Fee untuk Eks Mensos Juliari Batubara
"Namun, pada sidang hari ini tanggal 8 Maret 2021 saksi Pepen Nazaruddin dan saksi Hartono Laras mengubah keterangannya dengan menyatakan mereka telah melakukan konfirmasi ke Mensos Juliari Batubara, setelah mendengar adanya laporan dari Adi Wahyono bahwa menteri mengarahkan untuk melakukan pungutan," sambungnya.
Padahal menurut Dion, keterangan saksi Hartono dan Pepen adalah alat bukti yang dipakai KPK guna menjerat kliennya. Tapi fakta persidangan, keterangan keduanya justru berubah - ubah sehingga patut diduga peristiwa itu tidak terjadi.
Baca juga: Saksi Ungkap Sejumlah Vendor Bansos Dimintai Fee untuk Eks Mensos Juliari Batubara
Atas hal itu, Dion mempertanyakan mana keterangan saksi yang memang fakta dan mana yang bohong. Sebab kata dia bukan tidak mungkin saksi hanya mengarang cerita terkait arahan pungutan operasional tersebut.
"Menjadi pertanyaan kami, manakah fakta yang sebenarnya terjadi. Apakah mereka melakukan konfirmasi mengenai pungutan kepada menteri? Atau tidak melakukan konfirmasi sama sekali?," tanya Dion.
"Jangan-jangan, informasi adanya arahan tersebut tidak ada sama sekali sehingga mereka akhirnya hanya mengarang cerita," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Menteri Sosial Juliari Batubara, serta dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 (1,5 juta) paket.
Sementara itu Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai Rp1,95 miliar karena telah menunjuk perusahaannya sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas, dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenai Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.