Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Divonis 4 Tahun Penjara, Irjen Napoleon: Saya Lebih Baik Mati

Bahkan Napoleon dengan tegas mengatakan lebih baik mati ketimbang martabat keluarganya dilecehkan lewat perkara dan vonis hari ini.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Divonis 4 Tahun Penjara, Irjen Napoleon: Saya Lebih Baik Mati
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Irjen Napoleon Bonaparte karena terbukti terlibat penerimaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Usai menyelesaikan pembacaan putusan, Hakim Ketua Muhammad Damis meminta tanggapan Napoleon atas vonis tersebut.

Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dengan nada lantang menyatakan menolak dan bakal ajukan banding.

"Saya menolak putusan hakum dan mengajukan banding," tegas Napoleon yang duduk di kursi pesakitan, ruang sidang utama Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021).

Bahkan Napoleon dengan tegas mengatakan lebih baik mati ketimbang martabat keluarganya dilecehkan lewat perkara dan vonis hari ini.

"Cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini. Saya lebih baik mati dari pada martabat keluarga dilecehkan seperti ini," jelas dia.

Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Divonis 4 Tahun Penjara

Sebab merujuk pernyataannya di sidang pleidoi, dirinya mengaku adalah korban kriminalisasi institusi Polri. Ia juga mengatakan jadi korban malpraktik dalam penegakan hukum.

BERITA TERKAIT

Bentuk kriminalisasi dan malpraktik itu disebut berangkat dari penegakan hukum yang terkesan tak berdasar.

Penegakan hukum dalam kasus Djoko Tjandra, diklaim demi mempertahankan citra institusi Polri semata.

Kasus Djoko Tjandra diusut lantaran terjadi pemberitaan secara masif di media massa dan berskala nasional pada pertengahan bulan Juli 2020, atas tudingan pemerintah Indonesia khususnya institusi penegakan hukum sudah kecolongan.

Adapun dalam sidang vonis hari ini, Hakim menyatakan Napoleon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama - sama, berupa penerimaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Napoleon terbukti menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Tujuan pemberian uang dimaksudkan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar DPO atau red notice Interpol.

Hakim mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan vonis Napoleon.

Diantaranya Napoleon tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Perbuatan Napoleon yang merupakan anggota Polri dinilai bisa menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian.

Napoleon juga dianggap lempar batu sembunyi tangan karena tidak mengaku dan menyesali perbuatannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas