Alasan Hakim Cuma Vonis Nurhadi 6 Tahun Penjara: Berjasa Dalam Kemajuan MA
Tiga hal yang meringankan vonis Nurhadi, yakni belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan Nurhadi telah berjasa dalam kemajuan MA.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri beralasan memvonis rendah mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono karena dinilai berjasa kepada MA.
Kata Saifudin, sebab pada saat bertugas di MA, Nurhadi banyak mengatur keperluan lembaga kekuasaan kehakiman itu.
"Alasan meringankan belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan Nurhadi telah berjasa dalam kemajuan MA," kata Saifudin Zuhri membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021) malam.
Baca juga: Nurhadi dan Menantunya Cuma Divonis 6 Tahun, Jaksa Nyatakan Banding
Nurhadi dan Rezky Herbiyono telah divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal Nurhadi dituntut hukuman 12 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: KPK Dalami Adanya Upaya Pengalihan Aset Nurhadi
Saifudin berkata bahwa berdasarkan pertimbangan yang memberatkan, Nurhadi dinilai merusak nama baik MA hingga lembaga peradilan di bawahnya.
Sebab ia terbukti menerima suap hingga gratifikasi untuk mengurus perkara di MA.
"Hal memberatkan, merusak nama baik MA dan lembaga peradilan di bawahnya," kata Saifudin.
Menyikapi hal ini, JPU Wawan Yunarwanto tidak mempersoalkannya.
Karena itu merupakan pertimbangan dan kewenangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
"Itu kan penilaian hakim, jadi sah-sah saja enggak ada masalah," kata Wawan.
Meski demikian, jaksa KPK mengajukan upaya hukum banding atas vonis hakim tersebut.
Soalnya, vonis kepada Nurhadi tidak 2/3 dari tuntutan jaksa yang meminta Nurhadi agar divonis 12 tahun pidana penjara, sementara Rezky divonis 11 tahun pidana penjara.
"Jadi pertimbangan kami, karena penjatuhan pidana kurang dari 2/3 dari tuntutan yang kami ajukan," ucap Wawan.
Alasan lainnya mengajukan upaya hukum banding karena tidak seluruhnya dakwaan hingga tuntutan jaksa terbukti sebagaimana amar putusan hakim.
Jaksa menyesalkan, hakim hanya menilai Nurhadi terbukti menerima suap sebesar Rp35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Padahal sebagaimana dakwaan dan surat tuntutan, Nurhadi dan Rezky diyakini menerima suap sebesar Rp45.726.955.000.
Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.
Baca juga: NasDem Usul KPK Gandeng Kemendikbud-Kemenag untuk Edukasi Dini Penanaman Nilai Anti Korupsi
Selain itu, Nurhadi dan Rezky dinilai majelis hakim hanya terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp13.787.000.000.
Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari dakwaan dan juga tuntutan jaksa.
Karena jaksa meyakini, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi senilai Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
"Jadi itu yang jadi salah satu pertimbangan kita banding," ujar Jaksa Wawan.
Jaksa Wawan juga menyesalkan majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti kepada Nurhadi dan Rezky.
Padahal dalam tuntutan, kedua terdakwa dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp83.013.955.000.
Meski lebih rendah dari tuntutan jaksa, Nurhadi dan Rezky Herbiyoni terbukti menerima suap dan melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.