Relawan Jokowi Minta BW Tak Seret Presiden dengan Hak Politik Moeldoko
Menurut Diddy, dalam politik dinamika kepengurusan termasuk pergantian Ketua, pelaksanaan KLB merupakan hal yang biasa.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan kuasa hukum Partai Demokrat Bambang Widjojanto yang menyatakan brutalitas demokrasi terjadi di negara ini pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo mendapat respons berbagai pihak.
Satu di antaranya dari Diddy Budiono, Sekjen Galang Kemajuan Centre. Menurutnya, ada upaya untuk mengaitkan terus persoalan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Partai Demokrat dengan Presiden Jokowi.
Baca juga: Kisruh Partai Demokrat, Herzaky kepada Kubu KLB : Stoplah Produksi Kebohongan
"Pernyataan Bambang itu menurut saya kurang tepat. Menurut saya, ada upaya terus untuk mengaitkan sikap politik pribadi Pak Moeldoko ke Presiden. Karena kami meyakini pak Presiden cukup bijak untuk menghargai pilihan pak Moeldoko," katanya, Minggu (14/3/2021).
Menurut Diddy, dalam politik dinamika kepengurusan termasuk pergantian Ketua, pelaksanaan KLB merupakan hal yang biasa. Oleh karena itu, ia meminta agar Partai Demokrat jangan menyerang Jokowi dengan persoalan internal partai.
Terkait konflik Partai Demokrat ini, Diddy meminta agar Kemenkumham memutuskan persoalan ini sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.
"Politik itu biasa, dari dulu PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), selalu ada dinamika kepengurusan termasuk ketua, ada ketidakpuasan, dan itu sangat biasa. Kalau menyikapi pak Bambang, beliau tidak patutlah membuat pernyataan seperti itu. Biarkan saja mekanisme berjalan, hukum ada, bawa ke pengadilan," kata Diddy.
Terkait dengan adanya tuntutan agar Moeldoko mundur sebagai Kepala KSP dari beberapa relawan, menurut Diddy, relawan tidak punya porsi dan hak untuk meminta Presiden Jokowi memundurkan Moeldoko. "Kami yakin pak Moeldoko sudah memikirkan langkah politiknya sebagai pribadi," katanya.
Bambang Widjojanto
Sebelumnya, Tim Hukum Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendaftarkan gugatan perlawanan hukum, terkait pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021).
Dalam kesempatan tersebut Ketua Tim Hukum Partai Demokrat, Bambang Widjojanto mengatakan bahwa kehadirannya ke Pengadilan Negeri adalah untuk memuliakan proses demokrasi dan demokratisasi.
Bambang juga menuturkan jika kubu Demokrat yang diketuai oleh Moeldoko diakomodasi oleh pemerintah, maka ini adalah brutalitas demokrasi.
"Kalau kemudian ini diakomodasi, difasilitasi, tindakan-tindakan seperti ini, ini bukan sekadar abal-abal, ini brutalitas demokratik terjadi di negara ini pada periode kepemimpinannya Pak Jokowi," kata Bambang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (12/3/2021).
Baca juga: Jika KLB Demokrat Disahkan, Hubungan SBY dan Jokowi Akan Memanas
Baca juga: Kata Mahfud MD soal Dualisme Demokrat dengan PDIP era Orde Baru, Singgung soal Keterlibatan Rezim
Ia juga menegaskan bahwa dalam Pasal 1 Konstitusi telah dijelaskan, Indonesia bukan hanya sekadar negara hukum, tetapi juga negara hukum yang demokratis.
"Kenapa begitu, Pasal 1 Konstitusi menjelaskan kita bukan sekedar negara hukum, kita ini negara hukum yang demokratis. Artinya apa berbasis kepada kepentingan rakyat," tegasnya.
Bambang menjelaskan kasus ini tidak hanya mengancam partai tapi juga masyarakat, bangsa dan negara.
Baca juga: Moeldoko Dinilai Mempersulit Jokowi karena Jadi Ketum Demokrat versi KLB sekaligus KSP
Baca juga: Andi Arief Jelaskan Proses AHY Jadi Ketum Partai Demokrat, Singgung Moeldoko: Mudah-mudahan Tobat
Karena kasus ini ada nama pejabat negara yakni Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang terlibat kisruh ini.
"Kalau segelintir orang yang sudah dipecat sebagian besarnya bisa melakukan hal seperti ini. Ini yang diserang sebenarnya negara kekuasaan dan pemerintahan yang sah bukan sekedar Partai Demoktat."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.