Sengketa Pilkada Malaka, MK Diminta Abaikan Keterangan Saksi Hendrikus Bria, Ini Alasannya
Kesaksian Hendrikus harus diabaikan karena dia telah melakukan kebohongan atau memberikan keterangan palsu.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) antara paslon Stef Bria Seran - Wendelinus Taolin (Pemohon) melawan KPUD Kabupaten Malaka (Termohon), masih berlanjut.
Terbaru, kuasa hukum pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabaikan keterangan saksi Hendrikus Bria Seran, yang bersaksi dalam persidangan tanggal 23 Februari 2021.
Kesaksian Hendrikus harus diabaikan karena dia telah melakukan kebohongan atau memberikan keterangan palsu.
Hendrikus adalah saksi yang dihadirkan oleh paslon pemenang Pilkada Malaka, Simon Nahak dan Kim Taolin (Pihak Terkait).
Sebelum memberi keterangan, Hendrikus mengaku sebagai masyarakat biasa.
Setelah ditelusuri, terungkap bahwa dia adalah seorang PNS yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Leunkklot, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, NTT.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Ketersediaan Stok Penjabat Bila Pilkada Digelar 2024
Baca juga: Paslon Bupati Petahana Malaka Stefanus Bria Seran Ajukan Gugatan ke MK
"Hendrikus Bria Seran adalan seorang PNS yang kini menduduki jabatan sebagai Sekretaris Muke, Golongan IIC, NIP: 196601022007011033," ungkap kuasa hukum pemohon, Maxi Dj A Hayer di Jakarta, Sabtu (13/3/2021).
"Aturannya kalau seorang PNS datang memberi kesaksian di pengadilan, dia harus seizin dari atasannya yaitu camat. Setelah kami cek, ternyata dia (Hendrikus, red) tidak mempunyai izin dari camat," sambung Maxi.
Selain itu, sebelum memberikan kesaksian, Hendrikus sebagai seorang Katolik bersumpah dengan memegang Kitab Suci.
Namun terungkap bahwa orang yang memandu dan menyodorkan Kitab Suci kepada Hendrikus bukanlah seorang rohaniawan, melainkan seorang sopir.
Baca juga: KPK Disebut Bakal Ekspos Kasus Dugaan Korupsi Bawang Merah di Malaka NTT Pekan Depan
Baca juga: Komisi X DPR Soroti Perekrutan PPPK di Daerah yang Terjadi Transisi Kepempinan Usai Pilkada 2020
"Perlu kami sampaikan bahwa orang yang mendampingi saksi tersebut saat pengambilan janji atau sumpah itu bernama Ardi Bere, yang merupakan sopir pribadi Calon Bupati Simon Nahak," katanya.
Kebohongan semacam ini, kata Maxi, telah menghina martabat dan kehormatan Mahkamah Konstitusi.
"Ini merupakan perbuatan bohong dan sungguh telah menghina martabat dan kehormatan Mahkamah Konstitusi RI. Penghinaan ini tentu melibatkan semua tim Kuasa Hukum Pihak Terkait (Pasangan Calon 01) yakni SN-KT," ujar dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.