Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE Kepada Tim Kajian Pemerintah

Melalui FGD, Komnas Perempuan dan Komnas HAM kompak mengutarakan dorongan untuk dilakukannya Revisi UU ITE. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE Kepada Tim Kajian Pemerintah
Tim Humas Kemenko Polhukam
FGD Tim Kajian UU ITE Kemenko Polhukam dengan Komnas Perempuan dan Komnas HAM secara virtual pada Rabu (17/3/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai menerima masukan dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan Tim mendapatkan masukan yang berbeda dalam FGD yang berlangsung sebelumnya. 

Komnas Perempuan dan Komnas HAM, kata Sugeng, mengutarakan dorongan untuk dilakukannya Revisi UU ITE

“Ini menjadi satu masukan dalam perspektif yang berbeda dari hari-hari sebelumya. Kemarin kita bertemu dengan akademisi menyampaikan pandangan pandangannya," kata Sugeng dalam keterangan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Rabu (18/3/2021).

Baca juga: Polri Mengaku Siap Jika Dilibatkan Pemerintah untuk Mengkaji Rencana Revisi UU ITE

Sugeng mengatakan terkait dengan substansi dari UU ITE maupun implementasinya menjadi masukan yang sangat penting bagi masing-masing tim dalam menyelesaikan tugasnya.

Sesuai dengan agenda, Tim kajian UU ITE akan memasuki tahap akhir dari kegiatan FGD. 

Selanjutnya rencananya tim akan menghadirkan narsumber dari Kementerian dan Lembaga, dan juga narasumber dari DPR dan Partai Politik.

Dalam Focus Grup Discusion (FGD) lanjutan yang berlangsung secara virtual pada Rabu, (17/3/2021), tim kajian meminta masukan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, dan Komnas HAM yang diwakili Sandrayati Moniaga.

Berita Rekomendasi

Menurut Andy Yentriyani Komnas Perempuan mencatat pengaduan kekerasan berbasis siber mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat di tahun 2020. 

Dari sejumlah pengaduan, UU ITE kerap kali digunakan dalam sejumlah kasus seperti KDRT, kasus kekerasan seksual, dan kasus korban eksploitasi seksual. 

Andy menilai undang-undang ITE diskriminatif terhadap perempuan.

“Dalam kasus korban eksploitasi seksual dan pembalasan melalui penyebarluasan materi bermuatan seksual, dimana korban menjadi salah satu subjek, UU ITE dan UU Pornografi paling banyak di gunakan. Sementara untuk kasus KDRT, ataupun kekerasan seksual lainnya, dimana korban menyampaikan pengalamannya ataupun kekesalannya melalui ruang siber, semua dipukul rata menggunakan UU ITE,” kata Andy.

Baca juga: Komentar Nikita Mirzani Hingga Prita Mulyasari Soal UU ITE ke Tim Kajian UU ITE Bentukan Pemerintah

Andy menambahkan Komnas Perempuan  tengah menyoroti sejumlah pasal UU ITE yang bersifat sumir.

Pasal tersebut dinilai tidak memuat kemudahan khusus bagi perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan melainkan membuat perempuan menjadi pihak yang dikriminalkan melalui UU ITE.

“Pertama adalah tentang frasa-frasa di dalam sejumlah pasal dalam UU ITE bersifat sangat sumir. Misalnya pada pasal 27 ayat 1, dengan muatan yang melanggar (kesusilaan), ini sudah bolak balik dipermasalahkan,” kata Andy.

Selain pasal 27 ayat 1, Andy juga menyorot sejumlah pasal lainnya yakni pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan atau pencemaran nama baik dan pasal yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi di pasal 29. 

Baca juga: Komnas Perempuan Nilai Revisi UU ITE Kebutuhan Genting 

Sementara itu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga menegaskan sikap Komnas HAM yang mendukung revisi UU ITE demi melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Komnas HAM, kata dia, juga tengah menyusun standar norma dan pengaturan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang bisa digunakan sebagai acuan dalam proses revisi UU ITE.

“SNP bisa menjadi pedoman bagi aparat negara untuk memastikan tidak ada kebijakan dan tindakan pembatasan dan atau pelanggaran terhadap hak dan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pedoman bagi individu dan kelompok agar memahami tindakan pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, untuk bisa memastikan hak asasinya terlindungi, dan tidak melakukan tindakan diskriminatif,” kata Sandrayati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas