Polri Mengaku Siap Jika Dilibatkan Pemerintah untuk Mengkaji Rencana Revisi UU ITE
Polri mengaku siap jika dilibatkan pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri mengaku siap jika dilibatkan pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Kalau kami diminta untuk mengkaji kami akan mengkaji. Nanti kita lihat kajiannya bagaimana," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Ahmad menuturkan Polri juga tidak masalah jika nantinya pemerintah dan DPR RI merevisi UU tersebut.
Sebaliknya, Polri hanya merupakan pelaksana Undang-Undang yang dirancang pemerintah dan DPR RI.
"Saya sampaikan bahwa Polri selaku alat negara penegak hukum siap mendukung apapun revisi daripada UU ITE tersebut. Jadi kita hanya melaksanakan dan siap mendukung apapun hasil dari revisi UU ITE tersebut," tukas dia.
Baca juga: Pemerintah Sudah Dengar Masukan 45 Narasumber Terkait Perlu Tidaknya Revisi UU ITE
Sebelumnya, Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bentukan pemerintah dalam hal ini Kemenko Polhukam telah mendengar masukan dari total 45 narasumber terkait perlu tidaknya revisi UU ITE hingga Selasa (16/3/2021).
Deputi 3 Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menjelaskan total 45 narasumber tersebut di antaranya 16 narasumber dari kelompok terlapor dan pelapor.
Selain itu pihaknya juga telah mendengar masukan dari 16 narasumber dari kelompok aktivis, masyarakat sipil, dan praktisi media.
Lima orang lainnya, kata Sugeng, merupakan perwakilan kelompok asosiasi media dan LBH Pers.
Baca juga: Komentar Nikita Mirzani Hingga Prita Mulyasari Soal UU ITE ke Tim Kajian UU ITE Bentukan Pemerintah
Kemudian tim juga telah mendengar masukan dari delapan narasumber dari kelompok akademisi.
"Masing-masing dari akademisi baik itu dari ahli hukum pidana, cyber law, dan sosiolog juga ada," kata Sugeng dalam keterangan video Tim Humas Kemenko Polhukam pada Rabu (17/3/2021).
Mereka di antaranya Marcus Priyo Gunarto (Pakar Hukum Pidana UGM), Indriyanto Seno Adji (Pakar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana), Edmon Makarim (Dekan Fakultas Hukum UI), dan Jamal Wiwoho (Rektor UNS).
Selain itu hadir pula Imam Prasodjo (Sosiolog Universitas Indonesia), Mudzakir (Pakar Hukum PIdana UII), Sigid Susesno (Pakar Cyber Crime Universitas Padjajaran), dan Teuku Nasrullah (Pakar Hukum Pidana UI).
Sugeng mengatakan dalam diskusi tersebut para narasumber banyak menyinggung terkait urgensi dari pasal-pasal yang menurut mereka menjadi pasal yang multi tafsir atau karet.
"Pada dasarnya pasal-pasal yang dipersoalkan adalah pasal-pasal yang memang diatur di dalam KUHP atau tindak pidana di luar KUHP, misalnya mulai dari pasal 27 ayat 1 sampai dengan ayat 4 kemudian Pasal 28 dan Pasal 29. Ini yang menjadi bahan diskusinya," kata Sugeng.
Baca juga: Kaji Pasal Karet di UU ITE, Tim Ajak Diskusi Pakar Hukum Pidana Hingga Sosiolog
Menurut Sugeng banyak usulan para narasumber yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.
Misalnya, kata dia, ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukan di dalam UU ITE kemudian diperberat ancaman pidananya.
Selain itu, kata dia, ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT.
Menurut Sugeng yang tidak kalah penting adalah tentang ketentuan di pasal 36, di mana apabila terjadi pelanggaran di pasal-pasal sebelumnya dan menimbulkan kerugian maka diancam hingga 12 tahun.
"Padahal di dalam UU ITE sendiri tidak pernah disebutkan itu kerugian apa, sedangkan di dalam domain hukum pidana apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materil, bukan immateril. Nah ini tidak ada batasan. Di dalam pasalnya maupun dibagian penjelasan," kata Sugeng.
Sugeng mengatakan masukan-masukan yang telah diberikan dari narasumber akan sangat bermanfaat bagi tim di dalam penyusunan laporan akhir.
"Saya berharap tim bisa bekerja sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Sehingga surat keputusan atau yang ditujukan kepada tim bisa selesaikan satu bulan lebih cepat dari target yang sebelumnya disebutkan," kata Sugeng.