Dicurhati Korban UU ITE, Menko Polhukam: Persoalan UU ITE Sudah Jadi Perhatian Jokowi
Usai mendengar curhatan Vivi, Mahfud menegaskan persoalan UU ITE saat ini sudah menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menerima curhatan dan keluhan dari Vivi Nathalia yang mengaku sebagai korban kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal itu terjadi saat Mahfud menyambangi kedai kopi dan bakpao Kwon Kuang Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, untuk ngobrol bersama pengacara Hotman Paris, Sabtu (20/3).
Usai mendengar curhatan Vivi, Mahfud menegaskan persoalan UU ITE saat ini sudah menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita sudah mencatat masalah itu, sudah menjadi perhatian Presiden juga. Banyak orang menjadi korban Pasal 27," ujar Mahfud MD, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).
Jokowi untuk saat ini, kata Mahfud, sudah memerintahkan untuk mengkaji dan melihat perlu tidaknya UU ITE untuk direvisi.
"Oleh sebab itu presiden kalau dalam penyelesaian jangka panjang sudah memerintahkan untuk melakukan revisi jika diperlukan agar tidak ada pasal-pasal karet. Atau dalam jangka pendek itu kan presiden juga sering memberi pengampunan," jelas Mahfud.
Di sisi lain, Mahfud menegaskan presiden tidak boleh ikut campur terkait teknis materi hukumnya.
Misalkan ketika ada persoalan sengketa tanah dimana sudah ada putusan pengadilan. Dalam kasus itu, meski presiden mengatakan salah namun tetap saja pengadilan yang memiliki hak untuk memutuskan.
Baca juga: Korban UU ITE Curhat ke Menko Polhukam Mahfud MD dan Hotman Paris
"Karena kalau kita ikut ke teknis materi hukumnya nggak boleh Presiden, karena kan itu ya sudah itu pengadilan. Seperti tadi saya bilang, pengaduan soal-soal tanah sudah putusan pengadilan. Presiden katakan itu salah, tapi kan Presiden nggak bisa mengatakan salah, harus pengadilan yang memutuskan," imbuhnya.
Lebih lanjut, pemerintah disebutnya sudah membentuk tim pengkaji UU ITE dalam dua tim. Satu tim akan mempelajari substansi aturannya terkait perlu tidaknya dihapus, dipertimbangkan dan dipilah seperti apa dengan kondisi delik tertentu.
Mahfud juga mengatakan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan surat edaran terkait proses pelaporan kasus UU ITE. Dimana pelapor UU ITE tidak boleh diwakilkan. Dan juga untuk kasus UU ITE yang bersifat delik umum perlu pendalaman lebih lanjut sebelum diproses.
"Lalu sekarang Kapolri sudah membuat surat edaran tentang penerapan bahwa orang tidak boleh langsung dihukum ,tidak boleh langsung diproses kalau ada laporan, lihat dulu, korbannya harus mengadu sendiri kalau delik aduan kalau itu delik umum pelajari dulu apa benar atau ndak," pungkas Mahfud.
Sebelumnya diberitakan, Menko Polhukam Mahfud MD sempat ngobrol dan ngopi bersama dengan pengacara Hotman Paris, di kedai kopi dan bakpao Kwon Kuang Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021).
Obrolan Mahfud MD dan Hotman Paris ternyata turut menyentuh persoalan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tak disangka, ternyata salah seorang korban kasus UU ITE juga hadir disana dan curhat kepada Mahfud-Hotman.
Korban itu adalah perempuan bernama Vivi Nathalia. Dia menyebut telah menjadi terpidana kasus UU ITE dan menceritakan kisahnya.
Hotman lantas berusaha menyimpulkan kasusnya. Bahwa Vivi memiliki piutang yang tak kunjung dibayarkan. Vivi kemudian curhat melalui media sosial Facebook, namun justru dipidana karena aksinya itu.
"Intinya kau punya piutang, kau nagih utang, kau curhat di Facebook, nah orang itu berutang ke kamu, tiba-tiba orang itu mengajukan kamu (melanggar) UU ITE, malah kau dipidana berapa tahun? Jadi (dari) pemburu (utang) menjadi diburu (kasus UU ITE)?" ujar Hotman, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).
Vivi menjelaskan bahwa curhat dirinya di media sosial ternyata berujung pada jeratan pidana akibat pencemaran nama baik. Dia pun harus menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan.
"Pada saat itu ada yang berutang dengan saya sebesar Rp 450 juta, ketika saya curhat di Facebook, saya diadukan pencemaran nama baik dan akhirnya saya sekarang menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan," ungkap Vivi.
Sebagai korban, Vivi merasa UU ITE justru dimanfaatkan segelintir orang untuk mendapatkan keuntungan. Salah satunya dengan meminta uang damai dari orang yang dilaporkan.
"Saya lihat UU ITE ini jadi ajang saling melapor kemudian menjadi ajang para makelar kasus dan oknum meminta uang damai, ujung-ujungnya apakah mau dilanjutkan?" tegasnya.
Dia lantas menanyakan kepada Mahfud MD apakah Pasal 27 ayat 3 dari UU ITE ke depan akan dihapuskan. Sebab dirinya merasa telah menjadi korban.
"Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum," pungkas Vivi.