KPK Pelajari Data HGB Lahan Munjul yang Diserahkan MAKI
KPK saat ini sedang menyidik kasus dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi terkait program DP Nol Rupiah Pemprov DKI Jakarta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Menurutnya, lahan Yayasan hanya boleh dialihkan kepada Yaysan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial, hal ini berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan.
Seharusnya, lanjut Boyamin, PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah Yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang sejatinya dilarang oleh UU Yayasan.
"Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost atau uang hilang semua tanpa mendapat lahan," katanya.
Selain itu, kata Boyamin, HGB tersebut akan berakhir pada 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai izin HGB, sehingga berpotensi tidak dapat diperpanjang.
Baca juga: Melihat dari Dekat Lokasi Rumah DP 0 Rupiah di Munjul yang Sedang Diusut KPK
Baca juga: Soal Korupsi Lahan di Munjul, KPK Periksa Pegawai Sarana Jaya hingga Broker Calo Tanah
Dengan demikian, kata Boyamin, PD Sarana Jaya seharusnya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran.
"Sehingga dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut," katanya.
Lebih jauh, Boyamin memaparkan, sebelum terbit HGB tahun 2001, lahan tersebut adalah berstatus Hak Pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah.
Dengan demikian, ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan maka berpotensi HGB dicabut atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma.
"Bahwa dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yaysan sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara," paparnya.
Boyamin meminta KPK segera menindaklanjuti data yang disampaikannya.
Boyamin juga meminta KPK segera mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Berdasar hal-hal tersebut, kami meminta segera diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk rencana memperoleh lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur," tegasnya.