Anggota DPR Komisi III: Rizieq Shihab Wajib Ikuti Ketetapan Hakim di Persidangan
Pernyataan Wayan tersebut terkait dengan penolakan terdakwa Rizieq Shihab terhadap sidang virtual dalam kasus kerumunan massa di beberapa wilayah.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Anggota DPR Komisi III dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengatakan semua pihak di persidangan wajib mengikuti ketetapan yang diputuskan majelis hakim.
Pernyataan Wayan tersebut terkait dengan penolakan terdakwa Rizieq Shihab terhadap sidang virtual dalam kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat; kerumunan di Megamendung, Bogor; dan tes usap palsu RS Ummi Bogor, di Pengadilan Jakarta Timur, pada Jumat pekan lalu (19/3/2021).
"Semua pihak yang ada di persidangan pengadilan, wajib mengikuti penetapan majelis hakim, tidak terkecuali bagi terdakwa sendiri, harus menjalankan apa yang diperintahkan majelis hakim , termasuk menjalani persidangan secara virtual," kata Wayan saat dihubungi, Senin, (22/3/2021).
Wayan mengatakan majelis hakim punya kewenangan untuk memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan Rizieq secara paksa dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi, pada Selasa esok.
Baca juga: Polisi Siapkan 1.400 Personel Untuk Amankan Sidang Rizieq Shihab di PN Jakarta Timur Besok
Baca juga: Sidang Rizieq Shihab Dinilai Sengaja Digelar Online untuk Hindari Kerumunan Massa
Baca juga: Pengakuan Pria Terduga Pembuat Video Hoaks Suap Jaksa dalam Kasus Rizieq Shihab, Akunnya Diretas
Majelis hakim bisa meminta bantuan aparat kepolisian apabila Rizieq untuk menghadirkan paksa, apabila bersikukuh menolak persidangan virtual.
"Walaupun seandainya besok terdakwa masih menolak disidangkan secara virtual dan terus bersikukuh tidak mau hadir dalam sidang pengadilan secara virtual , tetapi Majelis Hakim punya kewenangan untuk memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa dengan upaya paksa dengan bantuan pihak kepolisian," katanya.
Wayan mengatakan sidang virtual sudah lazim dilaksanakan diberbagai negara pada masa pandemi Covid-19.
Termasuk, di Indonesia yang sering dilakukan di masa Pandemi sejak dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2020 dan Nomor 5 tahun 2020 akhir November 2020 lalu.
Sidang virtual menurut Wayan, sah dengan payung hukum tersebut.
"Jika masih ada pihak pihak yang mencoba meragukan keabsahan dan daya laku Perma Mahkamah Agung Nomor 4 dan Nomor 5 tersebut, saya mempersilahkan yang bersangkutan untuk membaca dan mempelajari secara mendalam isi dan jiwa Undang undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan Undang undang Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan , khususnya pasal 7 dan pasal 8," katanya.
Wayan menjelaskan Perma Mahkamah Agung Nomor 4 dan Nomor 5 merupakan lex spesialis atas KUHAP sebagai lex generalis.
Perma Mahkamah Agung tersebut punya eksistensi dan daya laku yang kuat, karena tidak bertentangan dan tidak bisa dipertentangkan dengan ketentuan ketentuan yang ada dalam KUHAP.
"Pada intinya, pelaksanaan sidang virtual merupakan upaya negara dalam melindungi seluruh rakyat Indonesia. Karena perlindungan terhadap seluruh masyarakat merupakan hukum tertinggi," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.