Menristek/Kepala BRIN Ungkap Berbagai Inovasi Selama Pandemi Covid-19
"Triple Helix itulah yang menjadi kunci keberhasilan riset dan inovasi di seluruh negara," tutur Menristek Bambang PS Brodjonegoro.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Fenriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN), Bambang PS Brodjonegoro menyebut pandemi Covid-19 telah membuka mata masyarakat Indonesia bahwa ternyata banyak peneliti dan inovator yang cepat tanggap dan segera melahirkan produk yang bermanfaat dalam penanganan wabah virus Corona.
"Awalnya dibentuk konsorsium riset dan inovasi Covid-19 oleh Kemenristek/BRIN, yang semangatnya adalah mendorong kolaborasi antar tiga aktor utama, yaitu pemerintah, peneliti dan dunia usaha. Itu yang biasa kita sebut sebagai Triple Helix," ujarnya.
Baca juga: Menristek: Ilmu Pengetahuan dan Inovasi Jadi Kunci Mencapai Target 5 Besar Ekonomi Dunia
"Triple Helix itulah yang menjadi kunci keberhasilan riset dan inovasi di seluruh negara," tutur Bambang dalam wawancara khusus dengan Tribun Network mengenai Ekosistem Riset dan Inovasi, Selasa (23/3/2021).
Baca juga: Menristek: Konsep Smart City Harus Bisa Membuat Masyarakat Jadi lebih Produktif
Dengan model kolaborasi dalam riset dan inovasi, para peneliti yang biasanya lebih nyaman dengan apa yang menjadi keahliannya, sekarang lebih memahami bahwa ada kebutuhan yang mendesak dari masyarakat, yang disuarakan atau disampaikan juga oleh dunia usaha.
Selama beberapa bulan ini, Kemenristek/BRIN bisa melihat bahwa ternyata ketika permintaannya jelas dari masyarakat, terkait Covid-19 dan didukung oleh dunia usaha yang siap untuk melakukan hilirisasi, pihaknya berhasil menciptakan 61 inovasi.
"Dengan rincian 50 sudah selesai, artinya sudah menjadi produk. Sedangkan 11 masih dalam tahap penyelesaian atau finalisasi," jelas Bambang.
Untuk penelitian tahap awal difokuskan pada alat-alat screening dan testing, untuk mengetahui atau mengidentifikasi siapa yang sudah terpapar virus Covid-19.
Oleh karenanya, beberapa jenis inovasi yang lahir di awal pandemi Covid-19 ini banyak yang terkait dengan screning dan testing, seperti Rapid Test Antibodi yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PT Hepatika Mataram di Nusa Tenggara Barat.
Pada waktu yang bersamaan juga konsorsium di bawah Kemenristek/BRIN juga melahirkan PCR Test Screen yang dikembangkan oleh BPPT bersama start up, yang kemudian melakukan produksinya di Biofarma.
Inovasi selanjutnya ialah Rapid antigen yang dibuat oleh para peneliti di Universitas Padjadjaran dan sudah mendapatkan izin edar dari Kementrian Kesehatan.
"Saat ini sudah diproduksi sekitar 100.000 unit per-bulan dan dalam tahapan produksi 1.000.000 unit per-bulan. Mereka terus memperbaiki akurasi dan sensitifitas dari alat tersebut," terang Bambang.
Selanjutnya, ada GeNose yang bermanfaat sebagai alat screening dengan menggunakan hembusan nafas, yang dapat mendeteksi senyawa yang kemudian dianalisa untuk melihat apakah seseorang sudah terinfeksi Covid atau belum.
Di luar itu semua, Kemenristek/BRIN juga berupaya mengembangkan berbagai inovasi untuk penyembuhan terhadap orang yang sudah terkena Covid dan dirawat di rumah sakit.