RUU PKS Masuk Prolegnas Prioritas, Ketua DPR: Bukti Keberpihakan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai bukti keberpihakan kepada perempuan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai bukti keberpihakan kepada perempuan.
Hal tersebut disampaikan Puan selepas rapat paripurna pengesahan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021 serta Prolegnas RUU Perubahan Tahun 2020-2024, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3).
"Penyerapan aspirasi publik selalu menjadi pertimbangan utama DPR dalam menetapkan RUU prioritas dalam Prolegnas 2021. Keinginan publik dipertimbangkan untuk kemudian dilakukan kajian mendalam terkait pro dan kontranya sebelum RUU tersebut masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun ini," ujar Puan.
Baca juga: Gara-gara Ini Surat PAW Jhoni Allen Marbun Masih Tertahan di Pimpinan DPR
"Terkait masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, ini memperlihatkan betapa DPR juga menyerap aspirasi kelompok sipil perempuan yang ingin mendapatkan perlindungan dari negara terhadap kejahatan kekerasan seksual," lanjut dia.
Sebagaimana diketahui, RUU PKS memang turut masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2021.
RUU ini sebenarnya sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan sejak 2012, tetapi baru masuk dalam prioritas prolegnas saat Puan menjabat sebagai Ketua DPR.
Baca juga: Meski Masuk Prolegnas Prioritas 2021, Demokrat Sesalkan RUU IKN Belum Disampaikan ke DPR
Adapun Puan menilai masuknya RUU PKS ini sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual.
"Lewat RUU PKS ini negara memperlihatkan keberpihakannya kepada korban kekerasan seksual," ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
Berbagai kelompok sipil perempuan sebelumnya terus mendorong urgensi masuknya RUU PKS ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021.
Baca juga: Soal Mudik Lebaran, DPR MInta Aturan Diperketat
RUU ini disebut akan menjadi payung hukum yang memberi perlindungan di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Menurut data Komnas Perempuan, terjadi 432.471 kasus kekerasan seksual selama 2019.
Komnas Perempuan juga menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual naik 792 persen selama 12 tahun terakhir dan sebanyak 3 perempuan Indonesia alami kekerasan seksual dalam setiap 2 jam.
Banyak di antara korban kekerasan seksual yang merupakan anak.
Pada 2019, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual mencapai 2.341 orang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.