Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wamenlu: Keanekaragaman Hayati Indonesia Rentan Dibajak Asing untuk Kepentingan Komersil

Sebagai salah satu dari 10 negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia, Indonesia rentan terhadap biopiracy.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Wamenlu: Keanekaragaman Hayati Indonesia Rentan Dibajak Asing untuk Kepentingan Komersil
Ist
Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar 

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia (Wamenlu RI), Mahendra Siregar mengatakan keanekaragaman hayati (kahati) Indonesia rentan dibajak asing untuk kepentingan komersil.

Fakta itu disampaikan Wamenlu saat mengisi webinar terkait geopolitik dan perlindungan sumber daya genetik yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Selasa (23/3/2021).

Mahendra Siregar mengatakan sebagai salah satu dari 10 negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia, Indonesia rentan terhadap biopiracy.

Yakni, bioprospeksi yang mengeksploitasi spesies tumbuhan dan hewan dengan mengklaim hak paten untuk membatasi penggunaan umumnya.

"Potensi hayati negeri dapat dibajak oleh peneliti dan pihak asing dan dipatenkan luar negeri untuk kepentingan komersial," Mahendra Siregar menjelaskan.

Wamenlu mengatakan banyak negara dan perusahaan negara maju yang memiliki kepentingan, baik untuk keperluan usaha, investasi dan industry dengan mencari potensi sumber daya genetic dari negara berkembang, seperti Indonesia.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya negara-negara itu mengembangkan apa yang mereka ambil dari Indonesia untuk penelitian, ekonomi, maupun kegiatan komersil.

"Beberapa contoh telah terjadi, dan itu dapat diatasi karena kerja sama yang baik dari kementerian lembaga terkait di dalam negeri dan kontribusi KBRI dan KJRI yang mendeteksi adanya kecurangan atau ketidakadilan dalam kasus tersebut," ujarnya.

Berbagai jasa kahati telah dimanfaatkan masyarakat sejak dulu, mulai dari untuk kebutuhan kesehatan seperti obat-obatan dan jamu, pangan, energi hingga untuk kebutuhan regulasi.

Pengelolaan kahati juga dilakukan untuk pengetahuan dan kearifan lokal, yang menghasilkan produk ekonomi yang bernilai tinggi.

Baca juga: KLHK: Cegah dan Putus Penularan Covid-19 dengan Menghindari Penumpukan Limbah B3

Baca juga: KLHK Tangkap 4 Pemburu di Taman Nasional Way Kambas Lampung, Sita Satwa Liar dan Senjata Api Rakitan

"Penting bagi Indonesia untuk terus menjaga kelestarian dan mengembangkannya secara berkelanjutan," lanjut Wamenlu.

Upaya melindungi kahati harus dilakukan dari aspek perlindungan, konservasi, serta pemanfaatan dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan komponen kahati.

Semua itu wajib diupayakan dari tingkat lokal, nasional, hingga pada tingkat global untuk menjaga kahati di Indonesia serta menjaga kedaulatan negara atas kekayaan alamnya.

"Di tingkat Internasional, Indonesia menjadi negara konvensi keanekaragaman hayati dan telah meratifikasi menjadi UU no 5 tahun 1994. Indonesia juga telah meratifikasi undang-undang tentang sumberdaya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian," ujarnya.

Indonesia perlu memperkuat potensi domestik dan meningkatkan investasi di bidang riset, IPTEK mengenai kahati.

Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi menuntut bangsa Indonesia mengelolanya secara bijak dan penuh kehati-hatian.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjalankan protokol Nagoya secara efektif untuk mencegah biopiracy.

"Pemerintah terus berupaya memastikan agar pembagian keuntungan yang timbul dari konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetic tanaman dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dapat dilakukan secara adil," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas