Sidang Suap Ekspor Benur, Ahli Pidana Sebut Suharjito Korban Muslihat Staf Khusus Edhy Prabowo
Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Suharjito.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito menghadirkan seorang saksi ahli.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Dalam kesempatan tersebut ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Suharjito.
Baca juga: Penyuap Edhy Prabowo Mengaku Diminta Rp 5 Miliar Supaya Izin Ekspor Benur Cepat Terbit
Dalam kesaksiannya, Mudzakir menyebut Suharjito adalah korban perbuatan Staf Khusus Edhy Prabowo.
Mulanya Suharjito mengakui diminta uang Rp 5 miliar oleh Staf Khusus Edhy Prabowo agar permohonan izin ekspor benur perusahaannya bisa segera terbit.
Suharjito pun menyanggupi dan membayar secara dicicil, sebesar 77 ribu dolar atau Rp1 miliar kepada Staf Khusus Edhy Prabowo.
Baca juga: KPK Tegaskan Tidak Tebang Pilih dalam Mengusut Kasus Edhy Prabowo
Kemudian Suharjito yang hadir secara virtual, bertanya kepada saksi apakah perbuatannya masuk kategori pemberi aktif atau pasif.
"Menurut ahli, apakah saya dianggap pemberi aktif apa pasif? Karena saya pada dasarnya pengusaha maunya cepat lakukan budidaya?," tanya Suharjito kepada Mudzakir.
Menjawab pertanyaan tersebut, Mudzakir pun menjawab bahwa keadaan yang dilakukan Suharjito adalah akibat dari perbuatan menyimpang Staf Khusus Edhy Prabowo.
Sebab Suharjito sebagai pemilik perusahaan disebut sudah menempuh jalur semestinya untuk mendapat izin tersebut.
Namun, proses penerbitan izin itu terlalu lama.
Baca juga: KPK Periksa 2 Pejabat KKP, Habrin Yake dan Rina terkait Kasus Suap Edhy Prabowo
Kemudian Staf Khusus Edhy Prabowo menawarkan semacam komitmen dengan imbalan agar izin tersebut cepat terbit.
"Saya ingin sampaikan, perbuatan stafsus menteri tadi menurut ahli adalah komitmen yang dia lakukan perbuatan salah. Karena apa? Ini perusahaan ini sudah mengurus proses yang dilakukan, cuma tidak terbit-terbit, begitu staf (Suharjito) tanya harus buat komitmen suap, jadi suap itu bersumber dari stafsus," kata Mudzakir.
"Oleh karena itu, terjadinya pemberian sesuatu ke stafsus bukan karena dari pihak yang mengurus izin, tapi justru stafsus yang membuat untuk terbit dengan memberikan sesuatu," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.