Kasus Suap Oknum Dirjen Pajak, Anggota Komisi XI Tegaskan Penegakan Hukum Harus Tanpa Pandang Bulu
Kasus dugaan suap oknum di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi evaluasi bagi DJP dan Kemenkeu untuk melakukan pembenahan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan adanya kasus dugaan suap oknum di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kasus itu diprediksinya bakal melahirkan Gayus Tambunan jilid II karena penerimaannya mencapai puluhan miliar.
Padahal dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan sudah memiliki program pencegahan pemberantasan korupsi.
Seperti membangun unit Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Dan Whistle Blowing System (WISE).
Baca juga: KPK Periksa Ketua Komisi VIII DPR di Kasus Bansos Covid-19 Juliari Batubara
Menanggapi kasus ini, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menyatakan bahwa sangat dibutuhkan kesadaran dalam membayar pajak.
Karena kesadaran ini dapat memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin wajib pajak.
“Slogan pajak Lunasi Pajaknya Awasi Penggunaannya, jangan hanya sekedar slogan. Tapi harus benar-benar dibuktikan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakat,” ujar Anis, kepada wartawan, Selasa (30/3/2021).
Baca juga: Geledah Kantor PT Gunung Madu Plantations 8 Jam, KPK Temukan Bukti Elektronik Suap Pajak
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini menegaskan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan di mana DJP bernaung, harus bisa memberikan kemudahan baik sistem, IT, SDM, pelayanan dan kenyamanan.
"Sehingga tidak ada lagi istilah membayar pajak itu sulit dan berbelit,” ungkapnya.
Mengingat Wajib Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan Pajak BUmi dan Bangunan (PBB) sangat berbeda karakter Wajib Pajaknya, kemudahan-kemudahan ini harus terus ditingkatkan.
Karena sistem sangat berpengaruh terhadap karakter Wajib Pajak dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem official assessment, sedangkan yang non PBB sudah menganut self assessment.
“Mengingat self assessment ini, Wajib Pajak menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan mandiri oleh wajib pajak, jangan sampai wajib pajak merasa sulit memenuhi kewajiban perpajakannya,” papar Anis.
Anis yang juga menjabat sebagai Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga mengingatkan agar Law Enforcement sebagai penegakan hukum yang benar harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Menurutnya, hal ini penting untuk memberikan deterrent effect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.