SOSOK Abdullah Hehamahua Eks Penasihat KPK, Sebut Temuan Atribut FPI Pengalihan Isu & Rekayasa
Abdullah Hehamahua, eks Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beri tanggapan soal temuan atribut FPI di rumah terduga teroris.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Abdullah Hehamahua, eks Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beri tanggapan soal temuan atribut Front Pembelaja Islam (FPI) di rumah terduga teroris.
Di mana seperti diketahui temuan atribut FPI ditemukan di rumah terduga teroris berinisial HH, Jalan Raya Condet Nomor 1, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Dalam hal ini Abdullah mengklaim hal tersebut adalah operasi intelijen dan hanyalah rekayasa.
Dirinya menyebut hal tersebut hanya untuk mengalihkan perhatian dari kasus tewasnya 6 anggota Front Pembela Islam (FPI).
Baca juga: KSP Minta Hentikan Pembentukan Opini Konspirasi Terkait Aksi Terorisme di Makassar
Abdullah juga mengklaim rekayasa juga untuk mengalihkan isu dalam kasus Muhammad Rizieq Shihab.
"Itu adalah operasi intelijen untuk mengalihkan perhatian terhadap TP3, mengalihkan perhatian terhadap HRS (Rizieq Shihab), maka ada bom," ujarnya diberitakan dari Tribunnews.com sebelumnya.
"Coba anda perhatikan bom pagi, siang ditangkap."
"6 orang dibunuh (anggota FPI) sudah berapa bulan tidak tahu siapa pembunuhnya. Itu bukti operasi intelijen," ujarnya.
Lantas siapakah sosok Abdullah Hehamahua? berikut profil dan sepak terjanganya.
TP3 6 Anggota FPI
Pria kelahiran Ambon 18 Agustus 1948 tersebut mengemban amanah Penasihat KPK sejak tahun 2005 hingga 2017.
Dirinya juga merupakan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 anggota FPI, bersama dengan Amien Rais dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.
Baca juga: Warga Baru Tahu Terduga Teroris Condet Eks Wakil Ketua Bidang Jihad FPI: Dia Orangnya Tertutup
Diketahui TP3 memiliki keyakinan bahwa 6 laskar FPI telah dibunuh melawan hukum dan adanya pelanggaran HAM berat oleh aparat negara.
Diberitakan Tribunnews.com, Abdullah Hehamahua serta TP3 lainnya sempat juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Yakni membahas penuntasan peristiwa enam laskar FPI tewas ditembak di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Ketua Majelis Syuro Partai Masyumi
Abdullah Hehamahua mengemban tugas sebagai Ketua Majelis Syuro Partai Masyumi.
Dirinya juga pernah memberikan amanah kepada Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani menjadi Ketua Umum.
Baca juga: Ahmad Yani Targetkan Partai Masyumi Jadi Peserta Pemilu 2024
Saat di acara tasyakuran milad ke-75 sekaligus deklarasi diaktifkannya kembali Partai Masyumi, Abdullah berujar Pilpres 2019 sarat akan korupsi
Selain korupsi politik, dia menilai, pilpres tahun lalu diwarnai korupsi intletektual dan korupsi material.
"Pilpres yang terakhir, yakni 2019 terjadi political corruption, intelectual corruption dan material korupsi yang luar biasa," ujar Abdullah, dikutip dari Kompas.com.
Pernah Sindir Jokowi
Abdullah Hehamahua pernah menyindir Presiden Jokowi, saat masa Pilpres 2019 lalu.
Di mana hal tersebut terkait kejadian banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia.
Pemerintah menyebut bahwa kematian petugas KPPS didasari faktor kelelahan.
Pernyataan pemerintah tersebut pun dianggap tak masuk akal oleh Abdullah, dalam orasi di aksi unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Baca juga: 3 Perempuan Terduga Teroris Terkait Bom di Gereja Makassar Ditangkap, Ini Peran Mereka
Diberitakan Tribunnews.com, ia pum membandingkan dengan waktu istirahat Presiden Jokowi, dalam satu hari cuma punya waktu istirahat selama tiga jam saja.
"Jadi kalau alasan pemerintah (petugas KPPS) itu meninggal karena kelelehan, maka Jokowi harusnya juga mati. Karena dia 1 hari cuma 3 jam tidur," kata Abdullah.
Abdullah mengklaim tidak ada satupun dokter yang mengatakan bahwa kelelahan jadi salah saru faktor seseorang meninggal dunia.
Berita terkait Abdullah Hehamahua lainnya.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Chaerul Umam/Danang Triatmojo) (Kompas.com/Dian Erika)