Sebut Aksi Teror di Mabes Polri dan Bom Makassar Punya Kesamaan, Mantan Napiter: Soal Pengkafiran
Mantan napiter mengungkapkan aksi teror di Mabes Polri dan bom Makassar punya kesamaan soal pengkafiran.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan narapidana teroris, Nasir Abbas, ikut menanggapi rangkaian aksi teror yang terjadi di Mabes Polri dan di Gereja Katedral, Makassar.
Menurut Nasir, rangkaian aksi teror itu memiliki kesamaan, yakni pelaku melakukan pengkafiran kepada muslim yang lain.
Mantan Ketua Mantiqi II kelompok Al Jamaah Al Islamiyah (JI) ini mengatakan, kesamaan tersebut terlihat dari surat wasiat yang ditulis para pelaku.
"Akhirnya terungkaplah identitas dia (pelaku) dan kemudian ditemukan surat wasiat."
"Saya sempat membaca, dari situ bisa dilihat bagaimana kuatnya indoktrinasi yang tertanam dalam diri pelaku," kata Nasir, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (1/4/2021).
Baca juga: Kesamaan Surat Wasiat ZA, Terduga Teroris Mabes Polri dan Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar
Baca juga: Apa Itu Lone Wolf? Aksi ZA Terduga Teroris yang Serang Mabes Polri Sendirian, Ada 4 Tipe
Nasir menemukan ada kesamaan atau satu pemahaman dari para pelaku untuk melakukan aksinya.
Para terduga teroris itu, lanjut Nasir, memiliki kesamaan mengkafirkan muslim lainnya.
Juga menganggap pemerintah adalah musuh mereka.
Nasir menegaskan, pemahaman tersebut sudah menyimpang dan bukan ajaran dalam agama Islam.
"Ada kesamaan atau paham dengan dua orang pelaku yang melakukan aksi di Mabes Polri dan Gereja Katedral Makassar, kesamaannya itu adalah pengkafiran."
"Mereka mengkafirkan muslim yang lain dan mereka menganggap pemerintah adalah pemerintah kafir yang menjadi musuh mereka," ungkap Nasir.
Nasir yang juga aktivis deradikalisasi ini memberikan alasan terduga teroris yang menyerang di Mabes Polri adalah aksi teror secara individu atau lone wolf.
Sebab, polisi tidak menemukan adanya seseorang yang memberi motivasi untuk melakukan aksi teror itu.
Nasir pun menjelaskan, seorang lone wolf umumnya mendapatkan indoktrinasi dari media sosial.