Kubu Moeldoko Sarankan SBY Dirikan Partai Keluarga Cikeas
Andi Mallarangeng menyarankan Moeldoko mundur dari Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang, karena dinilai telah dibohongi para pendukungnya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Majelis Tinggi Demokrat Andi Mallarangeng menyarankan Moeldoko mundur dari Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang, karena dinilai telah dibohongi para pendukungnya.
Juru bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko Muhammad Rahmad menilai opsi yang ditawarkan Andi Mallarangeng sebagai tawaran yang mencirikan seorang pengecut, plin plan, tidak tegas, tidak jujur atau pengkhianat.
"Kami tak berselera dengan opsi tersebut karena Pak Moeldoko adalah seorang kesatria dan prajurit sejati yang sudah teruji, berani mengambil resiko dan tanggung jawab, serta melindungi bawahan dalam segala situasi," ujar Rahmad, dalam keterangannya, Senin (5/4/2021).
"Jika Andi Mallarangeng butuh teman diskusi, butuh perlindungan, butuh atasan yang tidak mengorbankan bawahan, Pak Moeldoko membuka jalan lebar untuk Andi Mallarangeng," imbuhnya.
Di sisi lain, terkait opsi Andi yang menawarkan kubu Moeldoko untuk membuat partai politik baru juga ditampik.
Rahmad justru mempersilakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mendirikan partai politik baru dan diberi nama Partai Keluarga Cikeas (PKC).
Baca juga: Demokrat Kubu Moeldoko Tawari AHY Maju Pilgub DKI 2024
"Kami bersama tokoh-tokoh pendiri Partai Demokrat yang dulu mereka berdarah-darah mendirikan partai tahun 2001, mempersilahkan SBY untuk mendirikan partai baru," jelas Rahmad.
"Jangan mengambil alih kepemilikan Partai Demokrat dari para pendiri, dengan mengelabui para pengurus DPD dan DPC atas nama demokrasi. Terserah kepada SBY mau dikasih nama apa. Ada yg mengusulkan diberi nama PKC (Partai Keluarga Cikeas)," ungkapnya.
Selain itu, opsi lain dari Andi yang menawarkan kubu Moeldoko untuk menempuh langkah melalui pengadilan, dianggap sebagai tawaran yang menarik dan serius untuk dijalankan.
Sebab Rahmad berpandangan AD/ART Partai Demokrat 2020 yang menjadikan SBY 'dewa' penguasa tunggal didalam Partai dianggap bertentangan dengan UU Partai Politik yang ditandatangani SBY sendiri saat jadi Presiden.
Tak hanya itu, kata dia, nama 98 pendiri Partai Demokrat juga dihilangkan dari sejarah pendirian Partai Demokrat di AD/ART 2020 dan hanya diambil 1 pendiri.
"Ini tentu sangat menarik dibedah di pengadilan dan disaksikan jutaan masyarakat Indonesia dan dunia. Publik juga layak mengetahui bagaimana sesungguhnya konsep demokrasi yang dianut dan yang dipraktekkan SBY," kata Rahmad.
"Publik juga bisa menguji manifesto partai demokrat yang katanya bersih, cerdas dan santun yang selalu didengung dengung SBY saat kampanye, saat memimpin partai dan bahkan sampai saat ini. Publik juga layak mengetahui secara terbuka apakah SBY sungguh sungguh menjadi pendiri partai demokrat atau bukan," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.