Pengamat: Sebagai Warga Negara, Moeldoko Berhak Ajukan Gugatan ke PTUN
“Kalau Moeldoko dan kawan-kawan mengajukan gugatan ke PTUN, hal tersebut sama sekali tidak berarti sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah."
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang menolak mengesahkan personalia kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang tidak berarti Partai Demokrat hasil KLB tidak bisa melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan.
Moeldoko dan jajarannya masih dimungkinkan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Tapi harus di ingat bahwa dalam Pasal 55 juga memberikan waktu yang limitatif, 90 hari terhitung sejak Keputusan diterima atau diumumkan untuk mengajukan gugatan.
Baca juga: Demokrat Kubu Moeldoko Tawari AHY Maju Pilgub DKI 2024
“Kalau Moeldoko dan kawan-kawan mengajukan gugatan ke PTUN, hal tersebut sama sekali tidak berarti sebagai bentuk perlawanan KSP (Kantor Staf Presiden) Moeldoko terhadap Menkumham atau Moeldoko melawan keputusan pemerintah. Dari kacamata hukum hal itu harus dilihat bahwa pribadi Moeldoko sebagai warga negara Indonesia sekaligus Ketua Umum PD hasil KLB yang terus mencari keadilan,” kata Direktur Eksekutif Academic Training Legal System (ATLAS), Miartiko Gea, mengomentari masalah-masalah tersisa namun penting pascakeputusan pemerintah yang menolak mengesahkan personalia kepengurusan Partai Demokrat versi KLB, Senin (5/4/2021).
Masih berkenaan dengan keputusan tersebut, Miartiko menilai penolakan Kemenkumham itu dengan jelas dan terang benderang menunjukkan Moeldoko tak pernah sekali pun melibatkan pemerintah yang tengah berkuasa.
Baca juga: Razman Arif Mengaku Banyak Dapat Telepon Ancaman Sebelum Mundur dari Demokrat Kubu Moeldoko
Sayangnya, citra Moeldoko telah menggunakan kedudukannya sebagai Kepala KSP untuk melibatkan pemerintah dalam kisruh internal Partai Demokrat itu telah merebak di masyarakat dan perlu kebesaran hati semua pihak untuk membersihkannya.
Menurut pengamat politik dan hukum tersebut, seharusnya kubu Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa berinisiatif untuk membersihkan nama Moeldoko yang selama ini telah kadung menjadi bulan-bulanan berbagai tudingan.
“Misalnya, selama ini kubu AHY selalu mengatakan Moeldoko telah menggunakan kekuasaan, menuding pemerintah campur tangan, dan sebagainya. Padahal buktinya dan itu dengan jelas terlihat dengan penolakan pemerintah untuk mengesahkan personalia KLB Demokrat, artinya tidak ada ikut campur pemerintah dalam kisruh tersebut, apalagi sampai memberikan dukungan apa pun untuk KLB Deli Serdang,” kata Miartiko.
Menurut dia, seandainya saja memang (aparat) pemerintah dilibatkan, terutama oleh Moeldoko, hasilnya jelas akan lain dengan realitas yang terjadi saat ini. Mudah saja, jika pemerintah terlibat, tak mungkin keluar keputusan Kemenkumham yang objektif dan independen berdasarkan fakta hukum yang ada.
“Kan tidak susah juga buat Moeldoko untuk menggerakkan aparat pemerintah, baik Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia), TNI (Tentara Nasional Indonesia) maupun BIN (Badan Intelijen Negara). Tetapi 'kan itu tidak ia lakukan,” kata dia.
Miartiko yang juga merupakan pimpinan Koordinator Nasional Sipil Peduli Demokrasi (Kornas PD) itu menambahkan, keputusan pemerintah itu pun di sisi lain dengan tegas menepis tudingan dan spekulasi politik yang berkembang di tengah publik bahwa pemerintah selama ini dianggap mendukung Partai Demokrat versi Moeldoko.
Persoalannya, kata Miartiko, spekulasi yang beredar kuat di publik pun ditengarai kuat merupakan dampak berbagai pernyataan kubu AHY yang selama kisruh senantiasa menuding pemerintah.
“Baru setelah keluarnya keputusan pemerintah via Kemenkumham pada Rabu lalu (31 Maret), kubu AHY menyatakan apresiasi kepada pemerintah yang objektif dan tidak memihak,” kata Miartiko.
Kubu AHY
Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) didesak untuk meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena menuding adanya keterlibatan pemerintah dalam upaya kudeta.
Namun, kubu AHY langsung membalikkan desakan permintaan maaf itu kepada kubu Moeldoko.
"Gerombolan Moeldoko yang harus minta maaf kepada rakyat dan Presiden. Mereka mesti minta maaf kepada rakyat, karena dua hal," ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, kepada wartawan, Sabtu (3/4/2021).
Baca juga: Tak Disahkan Kemenkumham, Razman Arif Mundur dari Kepengurusan Demokrat Pimpinan Moeldoko
Pertama, Herzaky menegaskan kubu Moeldoko sudah membuat bising ruang publik dengan narasi-narasi bohong dan fitnahnya. Sehingga menurutnya tidak ada nilai positif yang bisa diambil dari perilaku gerombolan Moeldoko selama dua bulan ini.
"Tidak ada nilai-nilai demokrasi yang bisa diteladani. Justru gerombolan Moeldoko selama dua bulan ini mempertontonkan perilaku yang tidak menaati hukum dan mengabaikan etika, moral, serta kepatutan," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.