SETARA Institute: 180 Peristiwa Pelanggaran Kebebasan Beragama Terjadi Sepanjang 2020
tercatat telah terjadi sebanyak 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dengan 422 tindakan sepanjang tahun 2020.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SETARA Institute merilis Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2020 pada Selasa (6/4/2021).
Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan mengatakan berdasarkan hasil temuan riset tersebut tercatat telah terjadi sebanyak 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dengan 422 tindakan sepanjang tahun 2020.
Dibandingkan tahun sebelumnya, kata Halili, jumlah peristiwa di tahun 2020 mengalami penurunan, sekalipun justru mengalami lonjakan jumlah tindakan.
Pada tahun 2019, kata dia, tercatat 200 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dengan 327 tindakan.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Media bertajuk Intoleransi Semasa Pandemi: Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2020.
"Peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2020, adalah sebanyak 180 peristiwa dengan 422 tindakan," kata Halili di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (6/4/2021).
Dari seluruh peristiwa dan tindakan tersebut, kata dia, paling banyak terjadi di Jawa Barat dengan jumlah peristiwa dan tindakan tertinggi ada 39 peristiwa.
Sedangkan sembilan provinsi lain yang tercatat menjadi tempat pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan di tahun 2020 tertinggi secara berturut-turut yakni Jawa Timur (23), Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9), Sulawesi Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera Barat (5).
"Peristiwa dan tindakan itu tersebar di 29 Provinsi di Indonesia dengan locus terbanyak itu di Jawa Barat dengan jumlah peristiwa dan tindakan tertinggi ada 39 peristiwa," kata Halili.
Dari sisi waktu, kata Halili, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan mengalami fluktuasi di setiap bulannya sepanjang tahun 2020 dengan angka peristiwa yang tertinggi dan drastis terjadi pada bulan Februari 2020.
Baca juga: Tantangan Moderasi Beragama Kian Terjal, Peran Intelektual PMII Dibutuhkan
Pada bulan Januari (21), Februari (32), Maret (9), April (12), Mei (22), Juni (10), Juli (12), Agustus (13), September (16), Oktober (15), November (10), dan Desember (8).
Mengacu pada detail peristiwa yang dicatat, tren pelarangan perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day) di sejumlah daerah menjadi pemicu meningkatnya intoleransi.
Dari 422 tindakan yang terjadi, kata dia, 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara dan 184 di antaranya dilakukan oleh aktor non-negara.
Terdapat 11 jenis tindakan tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara.
Sebelas tindakan tersebut di antaranya diskriminasi (71), penangkapan (21), dan pentersangkaan penodaan agama (20), pelarangan kegiatan keagamaan (16), condoning (15), penyidikan atas tuduhan penodaan agama (13), tuntutan hukum atas penodaan agama (12), penahanan atas tuduhan penodaan agama (12), pelarangan usaha (10), vonis dakwaan penodaan agama (9), dan dakwaan penodaan agama (9).
Sementara tujuh aktor negara pelaku pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan tertinggi selama tahun 2020 terdiri atas Pemerintah Daerah (42), Kepolisian (42), Kejaksaan (14), Satpol PP (13), Pengadilan Negeri (9), TNI (9), Pemerintah Desa (9).
Dari 184 tindakan yang dilakukan oleh aktor non-negara terdapat empat jenis tindakan pelanggaran utama berupa intoleransi (62), pelaporan penodaan agama (32), penolakan mendirikan tempat ibadah (17) dan pelarangan aktivitas ibadah (8).
Sedangkan aktor non-negara yang melakukan tindakan pelanggaran terbanyak antara lain warga (67), ormas keagamaan (42), individu (26), ormas (7), dan institusi pendidikan (3).
Untuk korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tahun 2020, kata dia, paling banyak terdiri atas kelompok warga (56), individu (47), Agama Lokal/Penghayat Kepercayaan (23), Pelajar (19), Umat Kristen (16), Umat Kristiani yang terdiri dari umat Katolik dan Kristen (6), Aparatur Sipil Negara (ASN) (4), Umat Konghucu (3), Umat Katolik (3), Umat Islam (3), Umat Hindu (3), Umat Budha (2), dan Ormas keagamaan (2).
Tercatat juga sebanyak 24 rumah ibadah mengalami gangguan di tahun 2020 yang terdiri atas Masjid (14), Gereja (7), Pura (1), Wihara (1), dan Klenteng (1).
"Pada tahun 2020 di laporan ke-14 ada kecenderungan peningkatan tindakan di masa pandemi covid-19. Jadi ini harus mendapat perhatian betul," kata Halili.