Tantangan Moderasi Beragama Kian Terjal, Peran Intelektual PMII Dibutuhkan
Gelaran Muktamar Pemikiran Dosen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) disambut gembira banyak kalangan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gelaran Muktamar Pemikiran Dosen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) disambut gembira banyak kalangan.
Ajang yang digelar 5-7 April 2021 di Tulungagung, Jawa Timur tersebut diharapkan kian menguatkan gerakan moderasi beragama di Indonesia yang akhir-akhir ini menghadapi tantangan berat.
“Indonesia akhir-akhir ini menghadapi tantangan berat dalam kehidupan beragama. Selain gerakan transnasionalisme Islam yang memunculkan gerakan radikal, Indonesia juga terus menghadapi ideologi sekuler yang berupaya meminggirkan peran agama dalam bernegara. Peran intelektual alumni PMII termasuk para dosen dibutuhkan agar kita mampu mendayung perahu Indonesia selamat dari dua gelombang tersebut,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Selasa (6/4/2021).
Baca juga: Fraksi PKB Harap RUU ASN Segera Disahkan Jadi UU
Dia menjelaskan serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan aksi penyerangan Mabes Polri menjadi bukti nyata bahaya gerakan Islam transnasional.
Ironisnya gerakan yang didominasi pemikiran skripturalis fundamentalisme itu kini telah menghinggapi banyak anak muda.
Pelaku bom Makassar maupun penyerang Mabes Polri yang masih berusia 26 tahun menjadi penanda jika gerakan tersebut telah menyusupi kalangan milenial.
“Peristiwa ini menjadi early warning bagi kita semua betapa gerakan radikalisme Islam telah menghinggapi anak muda. Dibutuhkan counter wacana agar narasi ini tidak semakin menjadi-jadi khususnya di kalangan muda,” katanya.
Selain gerakan Islam transnasional, lanjut Huda, Indonesia juga menghadapi bahaya laten gerakan sekuler yang ingin memisahkan agama dengan negara. Gerakan sekuler seperti yang digaungkan ideologi komunis maupun kapitalisme liberal dengan beragam bentuknya juga banyak mempengaruhi cara berpikir anak muda.
“Gerakan sekulerasi sama bahayanya dengan gerakan transnasionalisme Islam. Oleh karena itu PMII dan NU bersama entitas lain pengusung Islam moderat harus bahu membahu membendung dua gelombang yang sama-sama membahayakan Indoenesia di masa depan,” katanya.
Politikus PKB tersebut menegaskan PMII mempunyai potensi sumber daya manusia yang luar biasa.
Alumni PMII yang saat ini tersebar ke berbagai bidang profesi pekerjaan mempunyai potensi menjadi ujung tombak dalam menyebarkan Islam moderat.
Pun juga alumni PMII yang saat ini berprofesi sebagai dosen berpotensi menelurkan berbagai produk pemikiran untuk menjaga Indonesia sebagai negara dengan insipirasi keagamaan dalam setiap produk kebijakannya.
“Maka muktamar pemikiran dosen alumni PMII ini menjadi penting artinya ketika dibutuhkan wacana pemikiran untuk menjaga Indonesia tidak jatuh terjebak pada bentuk negara sekuler atau negara agama,” katanya.
Huda berharap Muktamar Pemikiran Dosen PMII ini memberikan highlight terhadap upaya merangkul generasi muda utamanya siswa atau mahasiswa untuk memiliki cara pandang moderat baik dalam beragama maupun bernegara.
Hal ini penting mengingat penetrasi pemikiran ekstrim baik ekstrim kiri maupun kanan selalu mengintai mereka melalui berbagai platfrom media sosial.
“Ancaman pemikiran ekstrim itu sudah memasuki wilayah-wilayah privat melalui jaringan media sosial. Counter wacana sangat dibutuhkan termasuk bagaimana strategi agar wacana tersebut bisa familiar denga kehidupan anak muda jaman sekarang. Kami yakin muktamar pemikiran dosen alumni PMII bisa melahirkan berbagai rekomendasi yang bernas dan aplikatif,” katanya.
Mantan Ketua PMII Bandung Raya ini menegaskan siap membawa rekomendasi Muktamar Dosen IKA PMII ke stake holder terkait. Jika ada rekomendasi terkait dengan perbaikan kurikulum Pendidikan tinggi misalnya, dirinya siap membawa hal tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Pun begitu jika ada rekomendasi yang berkaitan dengan pola organisasi kepemudaan maka saya siap menyampaikannya ke Kementerian Pemuda dan Olahraga,” pungkasnya.