Fadli Zon Kritik Pemerintah Ambil Alih TMII: Jangan Sampai Dijual untuk Bayar Utang
Menanggapi pengambilalihan TMII oleh pemerintah, Fadli Zon menyebut jangan sampai TMII nantinya dijual untuk membayar utang negara.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon kembali mengkritik langkah pemerintah.
Kali ini, Fadli memberi kritikan soal pemerintah mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Sebelumnya TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita yang merupakan milik keluarga Soeharto selama 44 tahun.
Adapun salah satu tujuan pengambil alihan TMII agar bisa lebih berkontribusi pada keuangan negara.
Pengambil alihan TMII oleh pemerintah tertuang dalam Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII.
Baca juga: Adi Widodo Nilai Wajar Pemerintah Ambil Alih Hak Kelola TMII
Baca juga: Kabag Humas TMII: Temuan BPK Itu Tidak Identik dengan Tindak Penyelewengan Ataupun Korupsi
Menanggapi hal itu, Fadli Zon menyebut jangan sampai TMII nantinya dijual untuk membayar hutang negara.
"Jangan sampai TMII dijual juga untuk bayar utang," ucap Fadli Zon pada akun cuitannya, @FadliZon, Rabu (7/4/2021).
Diketahui, pemerintah akan membentuk tim transisi untuk masa peralihan pengolaaan TMII tersebut.
Menteri Sekretaris Negara (Mensetneg) Pratikno mengatakan pemerintah memberi waktu tiga bulan bagi Yayasan Harapan Kita untuk memberi laporan pengelolaan TMII.
"Dalam waktu tiga bulan pengelola yang ada sekarang ini harus memberikan laporan pengelolaan kepada tim transisi."
"Dan, kemudian pengelolaan selanjutnya akan dibahas oleh tim transisi," ucap Pratikno, dikutip tayangan konferensi pers YouTube Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: Ketua Komisi II DPR Apresiasi Pemerintah Ambil Alih Pengelolaan TMII
Baca juga: Pemerintah Ambil Alih TMII, Legislator PPP : Pada Dasarnya TMII Memang Aset Negara
Adapun, tugas tim transisi yakni memikirkan inovasi manajemen yang lebih baik demi kesejahteraan para karyawan TMII.
Lebih lanjut, Pratikno menerangkan operasional TMII tak berubah akibat proses pengambil alihan ini.
Para karyawan TMII akan tetap bekerja seperti biasanya.
"Dalam masa transisi, Taman Mini Indonesia Indah tetap beroperasi seperti biasanya."
"Para staf tetap bekerja setiap harinya, tetap mendapatkan hak keuangan dan fasilitas seperti biasanya. Tidak ada yang berubah," terang Mensetneg.
Baca juga: PDI Perjuangan: Selamat Kepada Presiden Jokowi, TMII Kembali ke Pangkuan Pemerintah
Baca juga: Setelah Diambil Negara, Fungsi TMII Tidak Akan Berubah
Pemerintah berharap pengelolaan TMII nantinya akan lebih baik dan berkontribusi pada keuangan negara.
"Ini akan bisa dikelola dengan baik dan memberi manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat dan kontribusi negara. Terutama sekali, konstribusi keuangan," lanjutnya.
Selain itu, TMII diharapkan bisa menjadi taman dengan standar internasional.
"Bisa menjadi culturul theme park yang berstandar internasional. Ini yang kita harapkan bisa menjadi jendela Indonesia di mata internasional," kata dia.
Kabag Humas TMII: Temuan BPK Itu Tidak Identik dengan Tindak Penyelewengan Ataupun Korupsi
Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara telah resmi mengambilalih penguasaan dan hak kelola atas Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita.
Salah satu alasan pengambilalihan yaitu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020, yang merekomendasikan TMII memerlukan sistem tata kelola yang lebih baik dari Kemensetneg.
Kabag Humas Badan Pelaksana Pengelola TMII Adi Widodo memastikan, temuan-temuan BPK tersebut tidak identik dengan tindak penyelewengan ataupun korupsi.
Baca juga: Kabag Humas TMII: Perlu Dipahami Bahwa yang Diambil Alih Itu Bukan Aset
"Bahwa yang dimaksud dalam temuan-temuan BPK itu tidak identik dengan tindak penyelewengan ataupun tindak korupsi, bukan (seperti itu)," ujar Adi kepada Tribunnews.com di kantornya, TMII, Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Adi menjelaskan, temuan BPK ada dikarenakan TMII menggunakan sistem keuangan yang berbeda dengan departemen pemeriksa keuangan tersebut.
"Kita menggunakan sistem keuangan yang berbeda dengan departemen (BPK). Katakanlah ada istilah-istilah yang berbeda," kata dia.
Perbedaan sistem keuangan tersebut terdapat pada istilah accounting yang digunakan.
Baca juga: Diambil dari Keluarga Cendana, Pratikno Bantah TMII Akan Dikelola Yayasan Bentukan Jokowi
Dalam membayar para mitra yang menampilkan pertunjukan, TMII menyebut bayaran kepada para mitra tersebut dengan istilah bantuan atau uang transport.
Sementara dalam sistem accounting BPK, istilah uang transport tersebut diterjemahkan sebagai donatur.
"Misal mitra kita main (tampil) di luar bayarannya Rp 7,5 juta. Kemudian dengan kita, dengan Rp 5 juta mereka mau. Kemudian istilah dalam pembayaran kami, kita tidak menyebut itu honor."
"Yang kita gunakan adalah istilah bantuan transport misalkan," kata dia.
"Rupanya istilah bantuan ini kan pemahamannya berbeda setelah accounting."
"Bantuan itu disebut BPK donatur, sehingga kaitannya dengan besarnya pajak yang harus ditanggung," sambung Adi.
Menurut Adi, perbedaan sistem keuangan antara BPK dan TMII ini merupakan penyebab adanya temuan dalam hasil audit 2020.
"Ini adalah penggunaan-penggunaan istilah yang mungkin berbeda secara accounting antara TMII dengan yang diterapkan oleh BPK," kata dia.
"Daftar Isi Pelaksanaan Anggaran (DIPA) juga berbeda, mata anggaran juga jelas berbeda. Kita selama ini mengikuti apa yang diarahkan dan disarankan oleh BPK," ujar Adi.
(Tribunnews.com/Shella/Lusius Genik)