KPK Buka Peluang Kembali Jerat Sjamsul dan Itjih Nursalim di Kasus BLBI, Ini Syaratnya
KPK membuka peluang menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim atau pihak lain terkait BLBI jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim atau pihak lain terkait BLBI jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Itjih tak serta merta menutup ruang mengusut kasus yang terkait BLBI.
Ghufron mengatakan, penghentian penyidikan terhadap perbuatan yang diduga dilakukan Sjamsul dan Itjih bersama-sama mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Kasus itu dihentikan sebagai konsekuensi atas putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).
Baca juga: Usai Panggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jamdatun, Mahfud: Utang BLBI ke Negara Rp 109 Triliun Lebih
Baca juga: Mahfud MD Minta KPK dan Masyarakat Awasi Kerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
Dengan demikian, KPK tetap membuka untuk mengusut jika ditemukan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan Sjamsul, Itjih atau pihak lain yang terkait BLBI sepanjang tidak berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan MA terhadap Syafruddin.
"(SP3) Ini adalah memutus bahwa untuk yang perkara bersama SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) itu sudah dihentikan tetapi untuk perbuatan lain seandainya kita menemukan selain ada misrepresentasi ternyata ada penggelembungan, mark up, atau penaikan nilai aset-aset yang terpisah dari perbuatan SAT itu masih perbuatan yang terbuka bisa dilakukan proses hukum," ujar Ghufron dalam keterangannya, Senin (12/4/2021).
Maka itu, KPK membuka diri terhadap setiap masukan atau informasi dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Besok Mahfud MD ke KPK Minta Data Pelengkap Kasus BLBI
KPK, dikatakan Ghufron, bakal mendalami setiap informasi tersebut.
"Kalau ternyata baik KPK ataupun pihak atau publik bisa memberikan kontribusi baru bahwa ternyata ada perbuatan lain selain yang dinyatakan dan sudah diputus oleh Kasasi maka sesungguhnya ini masih terbuka asalkan konstruksinya adalah perbuatan tunggal tidak berkaitan lagi dengan SAT atau perbuatan lain yang di luar dari yang sudah diputuskan oleh Kasasi. Itu yang perlu dikoridori," katanya.
"Artinya kita tidak kemudian terbatas dengan azas nebis in idem (orang tidak boleh dituntut sekali lagi karena perbuatan atau peristiwa yang baginya telah diputuskan oleh hakim) karena perbuatannya terpisah. Tetapi kalau perbuatannya yang bersama-bersama dengan SAT kita harus hormat dan taat pada putusan Kasasi," imbuh Ghufron.
Dalam kesempatan ini, Ghufron kembali menjelaskan alasan pihaknya menerbitkan SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih.
Katanya, keputusan itu tidak terlepas dari putusan Kasasi MA terhadap Syafruddin yang didakwa bersama-sama Sjamsul dan Itjih.
Dalam putusannya, sebut Ghufron, MA menyatakan, Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut KPK. Namun, perbuatan itu bukan tindak pidana.
Selain itu, kata dia, putusan MA menyebut tidak adanya kerugian keuangan negara dalam perspektif tindak pidana.
Kalau pun ada kerugian negara harus dianggap kerugian tersebut merupakan kerugian dalam perspektif pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUHPerdata.
Pasal itu menyebutkan setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
"Sehingga apakah mungkin dilakukan upaya hukum lain untuk mengembalikan atau memulihkan kerugian negara tersebut, dalam perspektif pidana sekali lagi itu sudah tidak ada," kata dia.
Baca juga: Mahfud MD Minta KPK dan Masyarakat Awasi Kerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
Untuk itu, kata Ghufron, pemulihan kerugian keuangan negara dapat dilakukan dalam perspektif keperdataan.
Dengan demikian, pihak yang dapat menggugat secara keperdataan adalah Kejaksaan Agung.
"Tapi pelaksanaannya dari Jaksa negara yaitu teman-teman dari Kejaksaan Agung RI," kata Ghufron.