Legislator PAN Sebut Belum Ada Kepastian Pembahasan RUU Ibu Kota Negara
RUU IKN memang masuk Prolegnas prioritas 2021 namun belum ada kepastian pembahasannya dan masih menunggu kelanjutannya.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) memang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Namun, dia menyebut sampai sekarang belum ada kepastian pembahasannya dan masih menunggu kelanjutannya.
Menurutnya, RUU IKN belum diputuskan pembahasannya apakah di tingkat panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus).
Baca juga: Wali Kota Bekasi Berencana Tutup Operasional RSD Stadion Patriot, Bagaimana Nasib Pasien Covid-19 ?
Jika dibahas di panja, yang dilibatkan hanya satu alat kelengkapan dewan (AKD).
Sebaliknya, pansus akan melibatkan banyak AKD atau komisi.
"Badan Musyawarah (Bamus) DPR akan memutuskan apakah RUU IKN dibahas di panja atau pansus. Sampai sekarang belum ada kabar terkait rapat bamus yang membahas masalah tersebut," ujar Guspardi kepada wartawan, Kamis (15/4/2021).
Politikus PAN itu menambahkan, pengaturan mengenai ibu kota negara diatur di level Undang-Undang, maka secara hukum, pemerintah perlu melakukan perubahan Undang-Undang untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Jakarta.
Menurutnya, pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur sebenarnya masih tahap keputusan politik, belum merupakan keputusan hukum karena belum ada Undang-Undang sebagai payung hukumnya.
Sampai saat ini pun masih berlaku UU Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur tentang ibu mota negara ada di Jakarta.
Itu artinya, selama UU ini belum dicabut, ibu kota Indonesia masih berada di Jakarta.
"Jadi, sebelum RUU itu disahkan, pemerintah tidak boleh mengalokasikan anggaran untuk pembangunan ibu kota baru," ucapnya.
"Undang-Undang menjadi hal yang sangat penting, karena Undang-Undang akan menjadi rujukan untuk mengatur anggaran yang harus disiapkan. Anggaran tidak bisa dikeluarkan tanpa ada dasar (UU) yang sah," pungkas anggota Komisi II DPR RI tersebut.