Namanya Digadang-gadang Bakal Jadi Menteri Kabinet, Abdul Mu'ti: 'Saya Tak Mau Berandai-andai'
Abe mengatakan hingga saat ini belum terjalin komunikasi antara pihak istana dengan dirinya mengenai isi reshuffle tersebut.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti tengah hangat menjadi perbincangan jelang isu reshuffle kabinet yang akan dilakukan Presiden RI Joko Widodo.
Abdul Mu'ti digadang bakal menempati posisi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang akan dileburkan dengan Kemenristek menggantikan Nadiem Makarim pada sesi reshuffle jilid II kali ini.
Namun, pria yang karib disapa Abe tersebut menanggapi hal ini dengan hemat bicara, dia menyatakan untuk saat ini tidak mau berandai-andai mengenai kabar yang beredar.
"Saya tidak mau berandai-andai," kata Abe kepada Tribunnews.com saat dimintai tanggapannya, Minggu (18/4/2021).
Abe mengatakan hingga saat ini belum terjalin komunikasi antara pihak istana dengan dirinya mengenai isi reshuffle tersebut.
Baca juga: Reshuffle Harus Berdasarkan Kemaslahatan Bersama Bukan Sekadar Bagi-bagi Jabatan
Bahkan dirinya mengakui, mengetahui kabar bahwa namanya masuk ke dalam bursa calon menteri pada sesi kocok ulang kali ini sebatas dari pemberitaan di media.
"Sampai sekarang tidak ada informasi dan komunikasi dari pihak istana. Saya hanya tahu nama saya masuk bursa dari media," tuturnya.
Kendati demikian dia masih akan tetap menunggu lebih jauh terkait kabar yang seketika menyorot namanya tersebut.
"Wait and see saja," ujarnya.
Dinilai Punya Kompetensi
Sebelumnya Rapat Paripurna DPR RI ke-16 menyetujui penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai penggabungan dua institusi itu wajar karena masih satu rumpun demi mengoptimalkan kinerja kementerian di masa mendatang.
"Saya melihatnya wajar saja dan buat saya pribadi melihat baiknya dua kementerian ini digabungkan karena Mendikbud itu mengurusi Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian Ristek Dikti itu mengurus Pendidikan Tinggi," ujar Qodari kepada wartawan, Selasa (13/4/2021).
Mengenai siapa yang bakal memimpin Kementerian hasil peleburan itu, Qodari berpendapat Sekjen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti layak dipertimbangkan menjadi salah satu kandidat Menteri menggantikan Nadiem Makarim.
Baca juga: Apa Itu Reshuffle? Ini Artinya dan Riwayat Perombakan Kabinet Era Jokowi
"Waktu itu kan diproyeksikan menjadi calon Wakil Menteri Pendidikan tetapi kan batal konon kabarnya karena Muhammadiyah kurang berkenan, sebab dari NU Yaqut Cholil Qoumas menjadi Menteri Agama," ujarnya.
Qodari menambahkan, postur Kementerian menjadi proporsional, di mana secara tradisi Menteri Pendidikan berasal dari latar belakang Muhammadiyah, sedangkan Kementerian Agama menjadi wilayahnya Nahdlatul Ulama (NU).
"Supaya imbang dan proporsional ada kemungkinan Prof Abdul Mu'ti ini akan menjadi menjadi Menteri Pendidikan yang baru karena memang secara tradisi yang namanya Menteri Pendidikan itu biasanya punya latar belakang Muhammadiyah, sementara untuk Nahdlatul Ulama jatahnya dari Menteri Agama, jadi klop kayaknya," ucapnya.
Qodari memprediksi Muhammadiyah akan mendukung bila Abdul Mu'ti diangkat jadi Menteri, bukan wakil menteri sebagaimana tawaran pada reshuffle kabinet pada Januari 2021 kemarin.
"Rasanya PP Muhammadiyah pasti dukung kalau Prof. Abdul Mu'ti jadi Mendikbudristek," ujar Qodari.
Selain itu, kata Qodari sosok Abdul Mu’ti merupakan sosok yang memiliki alam pemikiran moderat dan toleran.
Hal itu relevan di tengah suburnya paham radikal, jadi sudah saatnya institusi pendidikan Indonesia menjadi pintu penyemaian pemikiran toleran melawan radikalisme.
"Pendidikan jadi pintu menuju penyemaian pemikiran radikal versus toleran. Kebetulan topik pidato Guru Besar Prof Abdul Mu'ti Cocok. Buku-buku yang ditulis Prof Abdul Mu'ti menggambarkan pemikiran Islam nya yang moderat dan toleran," katanya.
Menurut Qodari sudah saatnya Kementerian Pendidikan dikembalikan kepada Muhammadiyah yang sudah berpengalaman mengelola sekitar kurang lebih 162 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, sementara tingkat Sekolah Dasar (SD), SMP dan SMA lebih banyak lagi sebagaimana data bulan Agustus 2020.
"Itu cocok untuk Muhamadiyah karena Muhammadiyah itu punya Pendidikan Dasar dan Menengah, punya Pendidikan Tinggi, jadi punya skill soal Pendidikan Tinggi," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.