Fraksi PKS Sebut Peleburan Kemenristek Cerminkan Suramnya Pembangunan Ristek di Indonesia
Mulyanto mengatakan penempatan fungsi ristek di Kemendikbud merupakan langkah mundur karena dapat menjadikan riset sebagai kegiatan akademik semata.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggabungan Kemristek dengan Kemendikbud oleh Pemerintah dikhawatirkan Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto akan berdampak pada mengecilnya aktivitas riset dan inovasi sebagai mesin penggerak pembangunan inovasi nasional.
Mulyanto mengatakan penempatan fungsi ristek di Kemendikbud merupakan langkah mundur (set back) karena dapat menjadikan riset sebagai kegiatan akademik semata.
Bukan sarana meningkatkan daya saing inovasi nasional.
Baca juga: Ketua Fraksi PKS Minta Aparat Segera Tangkap Jozeph Paul Zhang Atas Dugaan Penistaan Agama
Padahal menurut Mulyanto, garda terdepan pengembangan inovasi nasional adalah industri bukan lembaga litbang.
Lembaga litbang, baik lembaga riset kementerian teknis, LPNK Ristek, maupun Perguruan Tinggi adalah lembaga penunjang.
Lembaga litbang adalah penghasil pengetahuan (invensi), sementara industri adalah pengguna pengetahuan untuk diubah melalui proses kreatif menjadi produk barang atau jasa inovasi.
"Dengan penggabungan Kemenristek dalam Kemendikbud, maka dikhawatirkan akan semakin jauh hilirisasi hasil riset menjadi produk barang/jasa inovasi. Karena beban Kemendikbud sangat besar dari urusan PAUD, ijazah palsu, perguruan tinggi abal-abal, sampai plagiarisme," ujar Mulyanto, dalam keterangannya, Senin (19/4/2021).
"Karena itu PKS dengan tegas meolak penggabungan kedua Kementerian tersebut. Apalagi sisa Pemerintahan Jokowi tinggal 2-3 tahun lagi, padahal untuk adaptasi teknis organisasi saja memerlukan waktu 2-3 tahun, belum lagi proses adaptasi budaya," imbuhnya.
Mulyanto menambahkan BATAN dan LAPAN adalah dua LPNK yang dibentuk berbasis undang-undang, yakni UU No. 10/1997 tentang Ketenagnukliran dan UU No. 21/2013 tentang Keantariksaan. Karena itu LPNK ini tidak dapat dilebur ke dalam BRIN.
"Itu menyalahi undang-undang," kata Mulyanto.
Baca juga: Fraksi PKS DPR: Listrik Indonesia Sudah Mahal, Jangan Dinaikkan Lagi
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasodjo menyampaikan dari segi filosofi dan ukuran tidak tepat menggabungkan Kemenristek dalam Kemendikbud.
Menurutnya filosofi Kemenristek dan Kemendikbud tidak nyambung.
Kemendikbud fokus pada pengembangan SDM, mulai PAUD hingga Perguruan Tinggi, sementara Kemenristek fokus pada pengembangan inovasi dalam industri.
"Sedang dari segi ukuran, Kemendikbud sudah sangat besar karena itu sulit untuk menjalankan tugas terkait Ristek, yang sangat rumit," tegas Eko.
Baca juga: Sandi Serahkan Bukti Pemotongan Dana Insentif ke Kejari Depok, Kadis Damkar Serahkan SPJ ke Polisi
Eko menambahkan dalam UU No. 11/2019 tentang Sinas Iptek tidak ada Menteri yang bertanggung jawab untuk menjalankan UU tersebut.
Dalam UU No. 18/2002 ada pengaturan tentang Menteri yang bertanggung jawab, sebagaimana disebutkan dalam Ketentuan Umum, bahwa Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan riset dan teknologi.
"Padahal UU No. 11/2019 ini menggantikan UU No. 18/2002 tentang Sinas Iptek, sehingga praktis UU No. 18/2002 tidak berlaku lagi. Ini sebuah kesengajaan untuk meniadakan Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan riset dan teknologi atau hanya sekedar ketelingsut," kata Eko.