ICJR Pertanyakan Definisi Kesusilaan Dalam UU ITE
Peneliti ICJR mendesak adanya revisi terkait definisi kesusilaan dalam UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat 1.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mempertanyakan perihal definisi kesusilaan yang tercantum dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hal ini diungkapkannya dalam diskusi daring bertajuk 'Perlindungan Kekerasan Seksual dalam Revisi UU ITE', Selasa (20/4/2021).
Maidina mendesak adanya revisi terkait definisi kesusilaan dalam UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat 1.
"Kami sama-sama rekomendasikan yaitu dia juga rekomendasikan dalam lisan kami adalah untuk merevisi isi Undang-undang pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE untuk menjelaskan yang pertama adalah terkait dengan definisi kesusilaannya," ujar Maidina, Selasa (20/4/2021).
Baca juga: Polri Tegur 200 Akun Sosial Media yang Berpotensi Melanggar UU ITE
Menurutnya definisi kesusilaan yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE sangatlah rancu.
Terutama terkait frasa distribusi dan transmisi.
Maidina mengatakan dalam definisi itu yang bisa ditunjuk melanggar kesusilaan hanya berada dalam dua teks yaitu dalam ditujukan untuk umum dan juga yang kedua apabila ditunjukkan dalam ranah privat.
"Maka salah satu yang bisa dijerat adalah apabila salah satu pihak tidak berkehendak adanya distribusi adanya transmisi konten tersebut," ungkapnya.
Baca juga: Pria asal Tegal Dipanggil Polisi Setelah Ejek Gibran, ICJR: Menimbulkan Takut pada Masyarakat
ICJR juga meminta aturan dalam revisi UU ITE agar dibuat pengecualian dalam bentuk pengakuan terhadap korban.
Maidina lantas merujuk pada kasus yang menjerat Baiq Nuril beberapa waktu silam. Menurutnya agar kejadian serupa tak terulang harus ada revisi.
"Gimana kita sama-sama tahu biar supaya kasus yang menjerat Baiq Nuril yang membuat, mendistribusikan, menyimpan dapat melanggar kesusilaan satu fakta yang berkaitan dengan kekerasan seksual tidak dijerat," kata Maidina.
"Karena dia (Baiq Nuril) membuat konten tersebut, menyimpan, dalam rangka melindungi dirinya sebagai korbannya. Maka sebenarnya yang kita rekomendasikan direvisi Pasal 27 ayat 1 Undang-undang ITE harus menjangkau 3 aspek tersebut begitu," tandasnya.