Edhy Prabowo Kembali Jalani Sidang, Terungkap Dua Perusahaan Curi Start Ekspor Benur Secara Ilegal
Zulficar Mochtar menyebut ada dua perusahaan pengekspor benih lobster (benur) yang melakukan kegiatan ilegal.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar menyebut ada dua perusahaan pengekspor benih lobster (benur) yang melakukan kegiatan ilegal.
Keduanya adalah PT Aquatic SS Lautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina.
Mereka disebut melakukan kegiatan ekspor benur sekitar bulan Juni yang dianggap ilegal.
Baca juga: Sidang Kasus Suap Izin Ekspor Benur, Edhy Prabowo Tak Puas Kuota 139 Juta Lalu Naikkan 3 Kali Lipat
Zulficar mengungkap hal tersebut dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL), dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/4/2021).
"Setahu saya ada dua perusahaan yang melakukan ekspor pertama kali. Itu pertengahan Juni, tapi prosesnya mohon maaf, tidak melewati saya (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP). Jadi saya anggap itu agak ilegal," kata Zulficar.
Baca juga: Di Sidang Edhy Prabowo, JPU KPK Ungkap Keuntungan Rp38 M Perusahaan Eksportir Benur
"Jadi tahu-tahu saya membaca di koran. Ada yang sudah lolos ekspor," sambungnya.
Kabar lolosnya dua perusahaan itu ditindaklanjuti Zulficar dengan melaporkan ke Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina.
Rina kemudian membenarkan dua perusahaan tersebut sudah melakukan ekspor duluan tanpa melewati prosedur di Ditjen Perikanan Tangkap KKP.
Padahal, lanjut Zulficar, pihaknya belum mengeluarkan surat apapun termasuk Surat Ketetapan Waktu Pengeluaran (SKWP).
Baca juga: Edhy Prabowo Arahkan Antam Novambar Urus Bank Garansi untuk Tampung Uang Suap Ekspor Benur
"Saya bilang saya belum mengeluarkan surat apapun. Belum mengeluarkan SKWP. Kok tiba-tiba udah ekspor," katanya.
Ia kemudian mengadu dan mendiskusikan hal ini bersama Irjen KKP Muhammad Yusuf dan Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto.
Saat dilakukan pemetaan, memang didapati banyak proses yang dilanggar.
"Kita petakan, ternyata di situ banyak proses yang dilanggar," kata Zulficar.
Dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan.
Suap itu ditujukan guna memuluskan izin budidaya lobster dan ekspor benur yang ditangani KKP.
Uang sebesar 77 ribu dolar AS diterima Edhy Prabowo dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Sedangkan Rp24,6 miliar juga diterima dari Suharjito dan sejumlah eksportir benih bening lobster (BBL) lain.