Kepala Daerah Wajib Beri Sanksi kepada Warga yang Nekat Mudik
Seluruh kepala daerah diminta untuk mematuhi aturan mengenai larangan mudik Idul Fitri tahun 2021.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seluruh kepala daerah diminta untuk mematuhi aturan mengenai larangan mudik Idul Fitri tahun 2021.
Perintah itu dituangkan melalui Instruksi Mendagri Tahun 2021.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pemerintah daerah juga wajib menerapkan sanksi bagi warganya yang nekat mudik.
"Untuk melakukan sosialisasi peniadaan mudik lebaran Hari Raya Idulfitri 1442 H/tahun 2021 kepada warga masyarakat perantau yang berada di wilayahnya," bunyi poin keempat belas Instruksi Mendagri Nomor 9 Tahun 2021 seperti dikutip, Selasa(20/4).
Baca juga: Jika Tak Dilarang, 73 Juta Akan Mudik, Menko PMK khawatirkan Kerumunan yang tak Terencana
Larangan mudik tidak berlaku bagi pelaku perjalanan antarkota yang memiliki surat izin dari lurah atau kepala desa. Jika pelaku perjalanan tak mengantongi dokumen itu, maka Pemda diminta menjatuhkan sanksi.
Tito memerintahkan Pemda untuk mengarantina warga yang nekat mudik selama 5x24 jam. Pelanggar aturan itu akan ditempatkan di lokasi karantina mandiri yang disediakan kepala desa dan lurah. Biaya karantina ditanggung oleh para pelanggar hukum.
Baca juga: Satgas Beberkan Alasan Objek Wisata Boleh Buka Meski Mudik Dilarang
"Bidang perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja untuk melakukan penguatan, pengendalian, pengawasan terhadap perjalanan orang pada posko check point di daerah masing-masing bersama dengan TNI dan Polri selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H/tahun 2021," tutur Tito dalam instruksinya.
Tito juga mengingatkan agar kepala daerah mengeluarkan Perintah itu dituang dalam poin ke-15 aturan.
"Bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang akan mengeluarkan kebijakan dalam memberlakukan kriteria dan persyaratan khusus menghadapi bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idulfitri 1442 H/tahun 2021 dapat menindaklanjutinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan/pedoman yang telah dikeluarkan oleh kementerian/lembaga terkait dan satgas Covid-19," bunyi aturan tersebut.
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro meminta masyarakat Indonesia harus belajar pada sejarah.
Baca juga: Ada Pelarangan Mudik, Harga Tiket Bus Mulai Naik, Kenaikan Bisa Sampai Rp 100 Ribu
Baca juga: Ketua Satgas Covid Peringatkan, Mudik di Saat Pandemi Bisa Menimbulkan Hal yang Tragis
Mengingat, ada 4 kali lonjakan masyarakat yang terinfeksi Covid-19 saat libur panjang. Ketika libur panjang tiba, mobilitas masyarakat memang meningkat pesat.
Menurutnya, ada tren peningkatan setelah empat kali libur panjang. Peningkatan covid-19 pada tahun lalu bahkan mencapai 90 persen. Di sisi lain, hal ini berkaitan erat pada peningkatan kasus kematian. Bahkan, kasus kematian mingguan kalau itu meningkat menjadi 65 persen.
Kemudian belajar juga pada sejarah kedua yaitu libur panjang yang terjadi pada tanggal 20-23 Agustus 2020. Kenaikan kasus mencapai 119 persen dan angka kematian tiba di angka 57 persen.
Ada pula libur panjang ketiga yaitu 28 Oktober-1 November 2020. Menyebabkan terjadinya kenaikan kasus hingga 95 persen dan angka kematian meninggkat mingguan 75 persen. Jumlah kasus terbanyak juga dialami akibat libur di akhir tahun 24 Desember-3 Januari. Lonjakan kasus luar mencapai 78 persen, dan angka kematian 46 persen.
"Bisa dilihat polanya, kita diberikan pelajaran yang pahit. Kita harus berhati-hati apa lagi prihatin banyak dirawat dan dikarantina. Oleh sebab itu, pembatasan ke luar kota pun diberlakukan," katanya.