Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

HNW Minta Kamus Sejarah Ditarik dan Dikoreksi Karena Dinilai Manipulatif

HNW kritik keras isi Kamus Sejarah Indonesia Jilid I  dan II yang beredar karena tidak menampilkan fakta sejarah yang proporsional.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in HNW Minta Kamus Sejarah Ditarik dan Dikoreksi Karena Dinilai Manipulatif
Humas MPR RI
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengkritik keras isi Kamus Sejarah Indonesia Jilid I  dan II yang beredar dan dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) karena tidak menampilkan fakta sejarah yang proporsional.

Terutama terkait dengan tidak dimasukkannya banyak peran para tokoh Islam dalam membangun bangsa.

Sedangkan tokoh komunis yang melakukan pemberontakan justru banyak disebut dalam kamus tersebut, sehingga dapat menyesatkan masyarakat umum maupun guru dan anak didik. 

"Saya telah baca Kamus yang beredar tersebut. Ternyata, bukan hanya pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari yang tidak dicantumkan sebagaimana disebut dalam banyak pemberitaan. Bahkan putra Beliau, yaitu KH Wahid Hasyim, yang anggota BPUPK, Panitia 9 dan PPKI, juga banyak tokoh umat Islam lain yang sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional dan berperan konstruktif untuk menghadirkan dan membentuk Indonesia Merdeka juga tidak dimasukkan ke dalam Kamus tersebut. Ini maksudnya apa?” katanya melalui siaran pers, Rabu (21/4/2021).

Baca juga: Anggota Komisi X DPR Minta Kemendikbud Revisi Kamus Sejarah Indonesia yang Berpolemik

HNW, sapaan akrabnya, mencatat beberapa tokoh yang penting lainnya yang tidak dicantumkan.

Di antaranya, KH Mas Mansoer yang merupakan mantan Ketua PB Muhammadiyah, Anggota BPUPK, Pendiri MIAI; Mr Syafruddin Prawiranegara yang merupakan tokoh Masyumi sekaligus pencetus dan pemimpin Pemerintahan Darurat RI (PDRI); Mohammad Natsir, tokoh Partai Masyumi sekaligus pencetus mosi integral yang menyelamatkan NKRI.

Kemudian Ir Djoeanda yang merupakan Guru Muhammadiyah yang berjasa dengan Resolusi Djoeanda menjadikan Indonesia menjadi betul-betul NKRI yang bercirikan nusantara, dan lain sebagainya.

BERITA REKOMENDASI

Sedangkan, dari sisi organisasi, HNW melanjutkan, tidak ada penjelasan apa pun mengenai Jong Islamiten Bond yang berperan aktif dalam Sumpah Pemuda 28/10/1928.

“Padahal mereka semua punya peran yang sangat penting dan diakui dalam pembentukan bangsa ini, sesuai dengan judul Kamus tersebut. Tapi justru malah tidak dimasukkan,” ujarnya.

Baca juga: Pendiri NU KH Hasyim Asyari Tak Masuk Kamus Sejarah Jilid I, Ini Kata Mendikbud Nadiem

Di sisi lain, HNW menambahkan, justru sejumlah pihak yang tercatat pernah memberontak dan memecah belah bangsa Indonesia dimasukan ke dalam Kamus Sejarah Indonesia tersebut.

"Misalnya, tokoh-tokoh sentral Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Alimin, Semaun, Musso, Amir Syarifuddin, DN Aidit malah disebut. Bahkan, Bapak Komunis Asia Tenggara Henk Sneevliet yang sukses memecah belah Sarekat Islam menjadi putih dan merah justru dicantumkan, termasuk organisasinya, ISDV," ucapnya.

"Apakah peran mereka yang memecah belah perjuangan Bangsa dan memberontak terhadap Pemerintah Indonesia yang sah lebih penting di mata Dirjen dan Direktur Sejarah Kemendikbud, ketimbang peran Tokoh-Tokoh Bangsa dari Umat Islam yang telah  menghadirkan Indonesia Merdeka dan mempertahakankan Indonesia Merdeka  dengan NKRI-nya?” lanjutnya.

Baca juga: Titik Terang Dugaan Korupsi di Dinas Damkar Depok

Baca juga: Janjian Perang Sarung di Medsos Berujung Pembacokan, Satu Orang Tewas


HNW juga membandingkan penjelasan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendapat porsi yang jauh lebih besar dibanding partai-partai lainnya atau Ormas Islam.

Lebih lanjut, HNW mengingatkan kembali slogan Jas Hijau, ‘Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama’ yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan, bersama dengan slogan Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah yang dipopulerkan oleh Soekarno.

“Peristiwa ini semakin menunjukan bahwa selain Jas Merah, bangsa ini juga harus terus mengingat Jas Hijau, agar adil terhadap sejarah, agar kita tidak mengajarkan dan mewariskan arah dan kamus sejarah yang sesat,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas