Masalah Identitas Kependudukan Warga Berimbas pada Pembagian Bantuan Sosial
Masih ada sebagian warga yang belum mendapatkan bansos karena tidak mempunyai identitas atau KTP
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Yang kedua adalah program Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp600 ribu.
Pertambahan terjadi akibat terdampak covid19 menjadi 20 juta KPM dan 2021 berkurang pada kisaran 18.8 juta. Nurul juga menyampaikan bahwa untuk mendapatkan bansos, warga harus memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang ada di KTP.
Data penduduk, lanjut Nurul, pihak Kemensos mendapat suport data, dari Dirjen Kependudukan dan pencatatan Sipil.
Dan untuk tahun 2021 saja pemerintah telah menganggarkan bantuan mencapai Rp 57 triliun lebih.
Menanggapi video survei Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) terhadap warga yang tidak mendapatkan bansos karena tidak memiliki identitas semacam Kartu Tanda Penduduk (KTP) Dirjen Dukcapil mengatakan bahwa perekaman administrasi kependudukan di Indonesia mencapai 99,11 persen pada Desember 2020.
"Perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik ( KTP El ) sekarang itu sudah selesai 99, 11% per 31 Desember 2020", tandas Prof, Dr. Zudan Arif Fakrulloh, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat tampil sebagai salah satu narasumber pada diskusi tersebut.
Jika menghitung yang belum mendapatkan KTP : 0,89 persen x 270 juta penduduk = 2.403 ribu (dua juta empat ratus tiga ribu) orang tersebar di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut dijelaskan Prof Zudan bahwa bansos memiliki cakupan wilayah yang berbeda-beda.
Yang pertama adalah bansos nasional. Maka siapa pun yang memiliki KTP secara nasional akan dapat bansos.
Kedua adalah bansos provinsi. Maka yang menerima adalah mereka yang memiliki KTP dan tinggal di salah satu provinsi.
Ketiga adalah bansos kabupaten. Maka yang menerima manfaat bansos harus tinggal di kabupaten. Selain itu ada lagi bansos berbasis dana desa. Maka yang menerima manfaat adalah mereka yang tinggal di desa tersebut.
Baca juga: KKP Salurkan Bantuan Permodalan untuk Nelayan Belitung
Yang menjadi problem kemudian adalah ketika provinsi membagi bansos yang tinggal di wilayahnya.
Yang mendaftar banyak tetapi bukan penduk provinsi tersebut.
Hal ini terjadi ketika Prof Zudan (Dukcapil) merapikan data penerima bansos di DKI ternyata diantara mereka yang mendaftar ada penduduk Sumatera Utara, penduduk dari Jawa Barat, Kepri dan sebagainya.