Kesimpulan Tim Kajian UU ITE: Pemerintah Akan Buat Buku Pedoman Hingga Tambah Pasal 45 C
Mahfud MD menjelaskan setidaknya ada empat poin dalam kesimpulan yang telah dibuat Tim Kajian UU ITE.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan kesimpulan dari tim kajian Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bentukan pemerintah.
Mahfud MD menjelaskan setidaknya ada empat poin dalam kesimpulan yang telah dibuat Tim Kajian UU ITE.
Pertama, kata dia, Undang-Undang ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi dunia digital.
Di banyak negara di dunia sekarang, kata Mahfud MD, hukum pidana terkait dunia digital justru sedang dibenahi.
Mereka yang belum memiliki hukum serupa, kata dia, maka membuatnya dan mereka yang sudah punya menelaaah untuk lebih ketat karena dunia digital semakin jahat.
Baca juga: Bertemu Pimpinan KPK, Mahfud MD Dapat Banyak Dokumen Soal BLBI
Sebab itu pemerintah Indonesia mengikuti apa yang dilakukan negara-negara tersebut.
"Masih sangat diperlukan oleh sebab itu tidak akan ada pencabutan UU ITE," kata Mahfud saat konferensi pers pada Kamis (29/4/2021).
Kedua, kata dia, akan dibuat pedoman teknis dan kriteria implementasi yang nantinya akan diwujudkan dalam bentuk SKB tiga Kementerian dan Lembaga yaitu Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan.
Buku tersebut, kata Mahfud, nantinya berupa buku saku atau buku pintar yang ditujukan baik kepada wartawan, masyarakat, maupun kepada Polri dan Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Baca juga: Peringatan Mahfud MD Kepada TNI-Polri Dalam Tumpas KKB Papua: Jangan Sampai Sasar Masyarakat Sipil
Ketiga, kata dia, ada revisi semantik berupa perubahan kalimat atau revisi terbatas yang sangat kecil berupa penambahan frasa atau perubahan frasa.
Selain itu, kata dia, ada penambahan di bagian penjelasan misalnya pada kata penistaan, fitnah, dan keonaran.
"Memang kemudian untuk memperkuat itu memang ada penambahan satu pasal, yaitu pasal 45 C," kata Mahfud.
Terkait dengan pasal 45 C, Mahfud tidak menjelaskan lebih jauh.
Namun dalam salinan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut, pasal 45, 45 A, dan 45 B Undang-Undang tersebut terkait dengan besaran ancaman hukuman kurungan penjara dan denda terhadap para pelanggar.
Diberitakan sebelumnya Mahfud mengumumkan pemerintah telah membentuk Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Senin (22/2/2021) di Kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat.
Baca juga: Tidak Punya Menu Favorit Buka Puasa, Tapi Mahfud MD Punya Permintaan Khusus Kepada Istrinya
Rincian terkait tim tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Nomor 22 tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-Undang tentang Informasi, dan Transaksi Elektronik.
Dalam salinan keputusan tersebut yang diterima Tribunnews.com pada Senin (22/2/2021) ada dua pertimbangan dibentuknya tim tersebut.
Pertama, bahwa dalam rangka menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu dilakukan pengkajian secara komprehensif dengan melibatkan kementerian dan lembaga yang melaksanakan dan memiliki tugas perumusan kebijakan hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Kedua, bahwa setelah berlaku sejak tanggal 21 April 2008, pelaksanaan UU ITE ternyata menimbulkan kontroversi karena ada yang menilai memuat pasal-pasal yang terlalu lentur atau pasal karet (haatzai artikelen).
Sehingga untuk merespon pendapat-pendapat masyarakat tersebut, pada acara pembukaan Rapat Pimpinan Nasional TNI-POLRI tanggal 15 Februari 2021 Presiden mengarahkan perlunya dilakukan pengkajian baik terkait kriteria implementatif maupun terkait perumusan substansinya.
Tim tersebut terdiri dari dua yakni Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Tim Pengarah diisi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Komuninasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Tim tersebut bertugas memberi arahan dan rekomendasi melalui koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kementerian/lembaga dalam rangka menyelesaikan kajian implementasi peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Tim Pelaksana diketuai oleh Sugeng Purnomo (Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan).
Sekretaris Tim Pelaksana dijabat Imam Marsudi (Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Bidang Sosial Budaya).
Ketua dan Sekretaris Tim Pelaksana bertugas mengoordinasikan pengumpulan informasi dari aparat penegak hukum dan/atau masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Kedua, mengoordinasikan penyusunan kajian hukum terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Ketiga mengoordinasikan pengkajian atas substansi peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Keempat memberikan rekomendasi atas peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan rasa ketidakadilan masyarakat.
Kelima, melaporkan pelaksanaan penyusunan kajian hukum peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik secara periodik kepada Pengarah.
Tim Pelaksana terdiri dari dua Sub Tim.
Sub Tim I yang selanjutnya disebut Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering dianggap menimbulkan multitafsir.
Sub Tim I diketuai Henri Subiakto (Staf Ahli Bidang Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika) dengan Sekretaris dijabat Brigjen Pol Yan Fitri Halimansyah (Kepala Biro Sundokinfokum, Divisi Hukum, Kepolisian Negara Republik Indonesia).
Sub Tim II yang selanjutnya disebut Tim Telaah Substansi UU ITE melakukan telaahan atas beberapa pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan revisi.
Sub Tim II diketuai Widodo Ekatjahjana (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan Sekretaris dijabat Baringin Sianturi (Jaksa Fungsional pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Republik Indonesia).
Dalam pelaksanaan tugasnya Tim Pelaksana dapat dibantu oleh akademisi, praktisi, tenaga ahli, korban atau pelaku tindak pidana UU ITE, aktivis, dan kelompok media sebagai narasumber untuk mendapatkan berbagai masukan.
Tim Kajian UU ITE tersebut bertugas mulai hari ini sampai dengan tanggal 22 Mei 2021.
"Karena ini diskusi maka perlu waktu. Kita memberi waktu sekitar dua bulan agar ini terus digarap. Sehingga nanti tim ini akan laporan ke kita, apa bentuknya, apa hasilnya. Sembari menunggu dua atau tiga bulan, Polri dan Kejaksaan penerapannya supaya betul-betul tidak multitafsir, tetapi orang merasa adil. Oh ya, ini ternyata benar. Tidak hanya berlaku kepada si A, tetapi juga si B karena semua unsur itu sudah terpenuhi di situ," kata Mahfud.