Rizieq Shihab Keberatan Saksi Ahli JPU dari Unsur Polisi, Khawatir Ganggu Objektivitas Pendapat
Diketahui jaksa mengajukan Heri Priyanto sebagai saksi ahli digital forensik Puslabfor Bareskrim Polri.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan di Megamendung, Habib Rizieq Shihab keberatan dengan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jaksa mengajukan Heri Priyanto sebagai saksi ahli digital forensik Puslabfor Bareskrim Polri.
Keberatan tersebut disampaikan Rizieq di tengah jalannya sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (29/4/2021).
Eks pimpinan FPI ini keberatan lantaran khawatir keterangan Heri selaku anggota polisi tidak objektif.
Baca juga: Kritik Rizieq Shihab: Mudik Dilarang, Wisata Dibiarkan
Sehingga atas potensi gangguan independensi tersebut, Rizieq keberatan keterangan saksi didengar dalam sidang.
"Jadi saya keberatan betul dengan dihadirkannya bapak Heri Priyanto sebagai saksi ahli forensik. Saya tidak meragukan keahliannya. Maaf pak Heri Priyanto saya tidak meragukan keahlian anda sebaga ahli forensik, saya hanya bicara independensi yang bisa mengganggu objektivitas pendapat," kata Rizieq.
Terlebih kata Rizieq, dalam kasusnya ini banyak polisi sudah dilibatkan.
Mulai dari pelapor kasus yang juga bekerja sebagai penyidik, penyidik itu sendiri, saksi fata berasal dari polisi, hingga hari ini pengajuan ahli pun berasal dari polisi.
"Maksud saya begini, pelapornya polisi sekaligus juga kerjanya sebagai penyidik, penyidiknya polisi, banyak saksi fakta polisi, sekarang saksi ahlinya dari polisi juga," jelas Rizieq.
"Yang jadi persoalan ini adalah independensi. Sehingga bisa mengganggu praktik objektivitas di dalam berpendapat," pungkas dia.
Dalam perkara ini, eks pentolan FPI Rizieq Shihab dilaporkan atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam acara di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung, November 2020 lalu.
Rizieq didakwa melanggar Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo 216 ayat 1 KUHP.