Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Pidana: Penertiban Dunia Maya Tergantung Efektivitas Virtual Police

Dengan Virtual Police, Kapolri dinilai telah membuat terobosan di bidang politik penegakan hukum yang persuasif.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Willem Jonata
zoom-in Pakar Hukum Pidana: Penertiban Dunia Maya Tergantung Efektivitas Virtual Police
IST
Ilustrasi 

Selaras dengan keterangan Nasrullah, ahli Digital Forensik Ruby Alamsyah mengungkapkan bahwa dirinya terus memantau efektivitas virtual polisi. Berdasarkan data yang ia himpun dari Mabes Polri, diketahui data terakhir rekapan hasil pelaksanaan Virtual Polisi Dittipidsiber Bareskrim Polri telah mengajukan 419 konten yang berpotensi mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA yang berpotensi melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Dari jumlah itu, konten yang sudah berstatus PVP berjumlah 274 yang telah lolos verifikasi; 98 tidak lolos verifikasi; dan 47 dalam proses verifikasi. Sementara itu, dari PVP yang telah lolos verifikasi tersebut, kondisi status peringatan terdiri dari 74 peringatan berstatus dalam proses; 68 peringatan dalam status peringatan pertama; 68 konten dalam status peringatan kedua; 27 peringatan berstatus tidak terkirim; dan 76 peringatan statusnya gagal terkirim.

“Data itu menunjukkan bahwa lebih banyak peringatan gagal terkirim. Artinya, pelaku ujaran kebencian itu ternyata akun anonim yang tidak bertanggung jawab. Setelah mereka posting ujaran tidak baik itu, mereka meninggalkan akunnya sehingga tidak bisa dihubungi oleh Virtual Polisi. Semoga situasi ini memberikan pemahaman, bahwa masih banyak orang tidak bertanggung jawab di dunia maya,” tutur Ruby.

Satu-satunya orang Indonesia sekaligus yang pertama menjadi anggota International High Technology Crime Investigation Association (HTCIA) ini menerangkan, virtual polisi memiliki SOP dalam memberikan peringatan. Dijelaskan, PVP hanya ditargetkan khusus pada konten-konten yang berisi ujaran kebencian berdasarkan SARA berpotensi melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE. Adapun mekanisme melaksanakan PVP yaitu sebagai berikut :
a. Polisi meminta pendapat ahli (menghindari subyektifitas)
b. Polisi memberikan pesan peringatan pertama
c. Polisi berikan pesan peringatan kedua
d. Polisi lakukan panggilan klarifikasi
e. Penindakan berdasarkan restorative justice

“Saya lihat secara teknis, virtual polisi ini tidak ada yang menyalahi dari aspek teknis digital, dan secara SOP itu clear. Terlihat dari proses verifikasi konten kepada para ahli,” tegasnya.

Ruby juga menekankan, bahwa upaya Polri dengan peringatan virtual polisi juga selaras dengan kenyataan data hasil riset Microsoft tentang tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020. Dalam laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)', Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara untuk tingkat kesopanan netizen se-Asia Tenggara. Indonesia hanya lebih unggul dari Meksiko dan Rusia.

Riset Microsoft juga menyebutkan ada 3 risiko online terbesar warganet indonesia diantaranya kasus berita bohong hoaks dan scam, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Berita Rekomendasi

“Survey Microsoft itu menggenapi signifikansi Indonesia memerlukan patroli di dunia maya, sebab sudah lama juga kami memantau dan menganalisis banyak sekali perilaku yang kurang etis di media sosial lahir karena atmosfir komunikasi di media sosial yang kurang baik,” jelasnya.

Sementara itu, lanjut Ruby, para pengguna medsos semakin bertumbuh yang diisi generasi milenial dan generasi Z. Generasi usia ini harus dikatakan sebagai generasi pembelajar, yang banyak meniru. Sementara itu, generasi ini menghabiskan banyak waktu di dunia maya.

“Jadi, kami sejak awal sampaikan kepada teman-teman Polri, bahwa tidak bisa UU ITE secara leterlek diberlakukan sehingga terasa menakutkan bagi masyarakat. Karena itu, ketika dibentuk program Virtual Polisi kami melihat Polri sudah mulai melakukan pendekatan humanis dan edukatif agar angka pelanggaran di dunia siber dapat ditekan oleh literasi digital yang semakin baik,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam program Virtual Polisi dengan melakukan pendekatan edukatif dan persuasif dalam setiap temuan postingan yang dapat melanggar UU ITE. Selaras dengan upaya tersebut, Polri juga mengembangkan berbagai program edukasi digital dengan memanfaatkan berbagai akun media sosial yang banyak digandrungi masyarakat, seperti Channel YouTube Siber TV serta Instagram dan Twitter dengan akun @CCICPolri.

“Jika semua upaya sudah ditempuh, menurut saya program pencegahan yang dilakukan Polri ini harus dipandang sebagai upaya berbuat baik. Kuncinya berbuat baik itu bersabar dan bersabar. Pasti dalam perbuatan baik itu ada ujiannya,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas