Kasus Jual-Beli Jabatan, Bupati Nganjuk Patok Harga Mulai dari Rp 2 Juta Hingga Rp 50 Juta
Menurut Argo, tingkat harga yang dipatok oleh Bupati Nganjuk tergantung posisi atau level struktur jabatan tersebut.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat ternyata mematok harga yang bervariasi dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Pol Argo Yuwono menyampaikan Novi Rahman mematok harga termurah Rp 2 juta hingga termahal Rp 50 juta.
Menurut Argo, tingkat harga yang dipatok oleh Bupati Nganjuk tergantung posisi atau level struktur jabatan tersebut.
Diantaranya mulai dari jabatan di perangkat desa hingga tingkat kecamatan.
"Setorannya bervariasi ya. Karena juga ada dari desa yang dia ngumpulkan, dari kepala desa. Ada yang Rp 2 juta. Juga ada nanti dikumpulkan naik ke atas, desa ke kecamatan, ada juga yang Rp 15 juta juga ada. Rp 50 juta juga ada. Jadi bervariasi antara Rp 2 juta sampai Rp 50 juta," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (11/5/2021).
Baca juga: Bareskrim Telah Periksa 18 Saksi Terkait Kasus Dugaan Jual-Beli Jabatan Bupati Nganjuk
Hingga saat ini, lanjut Argo, penyidik Bareskrim Polri masih tengah terus memeriksa tersangka.
Pasalnya, tersangka masih baru tiba di Bareskrim Polri pada Senin (10/5/2021) malam.
Nantinya, penyidik Polri bakal mendalami ihwal sejak kapan dan modus Bupati Nganjuk Novi Rahman melakukan jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten Nganjuk, provinsi Jawa Timur.
"Jadi ini sedang kita dalami dari nanti pemeriksaan Bupati dan juga tersangka lain ini sudah berapa lama ini berlangsung, ini sedang nanti kita dalami. Nanti kita riksa mendetil seperti apa, berapa jumlah setorannya, ada berapa kali, berlangsung berapa lama, kita masih belum mendapatkan, berapa tahun yang bersangkutan itu melakukan jual beli jabatan itu," pungkasnya.
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai tersangka dugaan kasus jual-beli jabatan.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pelaku sebelumnya dilakukan bersama KPK.
Selain Novi Rahman, penyidik Polri juga memboyong 6 tersangka lainnya yaitu Camat Pace, Dupriono, Camat Tanjunganom dan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Camat Sukomoro, Edie Srijato.
Selanjutnya, Camat Berbek Haryanto, Camat Loceret Bambang Subagio, mantan Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo dan ajudan Bupati Nganjuk M Izza Muhtadin.
Dalam kasus ini, Bupati Nganjuk disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, para camat disangka melanggar pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan ajudan Bupati Nganjuk disangkakan melanggar pasal Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seluruh tersangka juga dijerat dengan pasal berlapis yaitu pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.