Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Penjelasan Ahli Hukum dari UGM yang Dihadirkan Kubu Rizieq Shihab di Persidangan

Luthfi mengatakan jika sebuah Rumah Sakit terlambat melaporkan data pasien Covid-19 ke Satgas di wilayahnya maka tidak dapat dipidanakan.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ini Penjelasan Ahli Hukum dari UGM yang Dihadirkan Kubu Rizieq Shihab di Persidangan
Rizki Sandi Saputra
Kuasa Hukum Muhammad Rizieq Shihab (MRS) hadirkan enam ahli dalam sidang lanjutan perkara hasil tes swab palsu Rumah Sakit UMMI, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Kesehatan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Luthfi Hakim turut dihadirkan oleh kubu terdakwa Muhammad Rizieq Shihab (MRS) dalam sidang lanjutan perkara hasil tes swab palsu RS UMMI, Bogor.

Dalam pernyataannya, Luthfi mengatakan jika sebuah Rumah Sakit terlambat melaporkan data pasien Covid-19 ke Satgas di wilayahnya maka tidak dapat dipidanakan.

Melainkan kata dia, permasalahan tersebut hanya sebatas kesalahan administratif yang tidak perlu turut dibawa ke ranah hukum.

Itu disampaikan Luthfi, setelah menerima pertanyaan dari menantu Rizieq Shihab, Hanif Alatas yang juga merupakan terdakwa dalam perkara ini.

"Apakah sebuah Rumah Sakit bila terlambat melaporkan data real time pasien terkonfirmasi Covid-19 ke pemerintah bisa dipidanakan atau tidak?" tanya Hanif kepada Luthfi.

"Itu hanya masalah administratif," jawab Luthfi singkat.

Baca juga: Refly Harun Sebut Perkara Rizieq Shihab Soal Hasil Tes Swab Bukan Termasuk Penyiaran Berita Bohong

Berita Rekomendasi

Sebab kata Luthfi, kejadian tersebut kerap terjadi di Fasilitas Kesehatan terlebih Rumah Sakit, apalagi dalam masa pandemi Covid-19 ini seluruh fasilitas kesehatan akan sangat sibuk.

Jika keterlambatan pihak Rumah Sakit melaporkan data pasien Covid-19 nya ke Satgas turut dipidanakan, maka kata dia fasilitas kesehatan masyarakat bisa terhenti karena akan banyak Rumah Sakit yang tutup.

"Kalau hanya kesalahan seperti ini dijadikan pidana, begitu banyak orang yang harus dipidana dan begitu lumpuh rumah sakit-rumah sakit melayani masyarakat yang mulia, terima kasih," katanya.

Dirinya juga menceritakan kisahnya yang harus menjalani praktik di puluhan rumah sakit di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Kata Luthfi, banyak masalah yang dihadapi dirinya saat melakukan praktik terlebih beberapa Rumah Sakit kerap mengalami kehabisan alat-alat tes swab.

"Saya ini praktik di lebih 40 rumah sakit,  betapa sibuknya masalah-masalah yang dihadapi rumah sakit. Belum lagi komplain-komplain ruangan yang tidak ada. Belum lagi habisnya alat-alat untuk dilakukan antigen atau PCR, begitu sibuknya mereka," ucapnya.

Kendati begitu, Luthfi mengatakan, jika pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 namun tidak mau melakukan perawatan lebih lanjut, baik melakukan isolasi mandiri atau perawatan di Rumah Sakit maka dapat dikenai hukuman pidana.

Kata Luthfi hal tersebut sudah diatur dan sesuai dengan Undang-Undang wabah penyakit menular.

"Setelah dinyatakan Covid-19 memerlukan pemeriksaan lanjutan entah pemeriksaan thorax, banyak sekali pemeriksaan setelah orang dinyatakan positif," ujar Luthfi dalam ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).

Bahkan ketentuan itu juga berlaku bagi pasien yang tengah dirawat di Rumah Sakit dan memaksa untuk meninggalkan perawatan.

"Dia (pasien) tidak bersedia, bahkan meninggalkan rumah sakit begitu saja. Padahal dia sudah jelas Positif, bukan belum positif, terus kemudian dia bisa dikenakan pasal," tuturnya.

Kendati begitu, jika orang tersebut belum dinyatakan positif Covid-19 dan sudah meninggalkan Rumah Sakit, maka kata Luthfi, tindakan itu tidak dapat dikenai hukuman.

Adapun kata dia, hasil tes swab yang dijadikan rujukan untuk pasien diwajibkan melakukan perawatan lanjutan yakni berdasarkan hasil swab dengan metode PCR.

"Tapi kalau dia (pasien) belum dinyatakan penderita, belum merupakan orang yang sudah dijalankan padanya hasil PCR, maka dia tidak bisa dikenakan pasal tersebut," imbuhnya.

Dakwaan Rizieq Shihab, Hanif Alatas dan Direktur RS UMMI

Hanif yang merupakan menantu Rizieq Shihab didakwa berbuat onar karena menyebarkan informasi hoaks bahwa Rizieq Shihab tidak terpapar Covid-19 saat dirawat di RS UMMI Bogor.

Dakwaan itu sama terhadap Dirut RS UMMI Bogor, dr Andi Tatat yang juga jadi terdakwa kasus tes swab Rizieq Shihab karena diduga menutupi hasil tes dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor.

Alasannya Kementerian Kesehatan menetapkan seluruh kasus terkait Covid-19 wajib dilaporkan kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 setempat guna memudahkan penelusuran dan mencegah penularan meluas.

Sedangkan, dalam perkara ini, Rizieq didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) subsider Pasal 14 Ayat (2) lebih subsider Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, dalam dakwaan kedua, Rizieq diduga dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah.

Ia disangkakan Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Terakhir, dalam dakwaan ketiga, ia didakwakan melanggar Pasal 216 Ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas