Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Imbas 51 Pegawai KPK Dipecat, Pemberantasan Korupsi Diprediksi Stagnan hingga Jokowi Harus Bertindak

Imbas pemecatan 51 pegawai KPK, pemberantasan korupsi diprediksi stagnan hingga Presiden Jokowi dinilai harus bertindak.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Imbas 51 Pegawai KPK Dipecat, Pemberantasan Korupsi Diprediksi Stagnan hingga Jokowi Harus Bertindak
Tribunnews/Irwan Rismawan
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menunjukkan uang SGD 100 ribu kepada wartawan saat mendatangi Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/10/2020). Boyamin Saiman menyerahkan uang 100 ribu dolar Singapura kepada KPK sebagai gratifikasi karena ia menyatakan bukan berasal dari pekerjaannya sebagai pengacara. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM - Pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menimbulkan polemik.

Banyak publik menilai, pemecatan tersebut akan menimbulkan dampak yang cukup besar di masa mendatang.

Seperti kemerosotan indeks persepsi antikorupsi Indonesia hingga desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera bertindak.

Satu di antara lembaga yang ikut menyayangkan pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK adalah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Baca juga: Peryataan Jokowi Dinilai Hanya Basa-basi Jika Tak Membatalkan SK Pemberhentian 51 Pegawai KPK

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, memprediksi imbas dari pemecatan ini adalah indeks persepsi antikorupsi Indonesia akan merosot dalam satu tahun ke depan.

Ia meyakini, ke depannya kondisi untuk memberantas korupsi di tanah air akan stagnan.

Hal itu lantaran akan banyak sengketa yang berkaitan dengan keputusan tersebut.

Berita Rekomendasi

"Ini bisa saja pegawai KPK mengajukan gugatan ke PTUN menang atau kalah pasti ada yang banding menang kalah lagi pasti kasasi," kata Boyamin kepada Tribunnews.com, Rabu (26/5/2021).

Boyamin Saiman
Boyamin Saiman (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

"Jadi sangat mundur pemberantasan korupsi, bahkan dan ujungnya adalah indeks persepsi anti korupsi kita (Indonesia) pasti turun di bawah angka 30 dari 40 ke 37 ini bisa jadi tahun ini adalah menjadi 30-an," sambungnya.

Dengan begitu, Boyamin menyatakan, kondisi ini akan menjadi sesuatu kemunduran bagi persepsi antikorupsi di Indonesia.

Bahkan bahayanya akan menjadi keuntungan bagi para koruptor karena mereka merasa aman dengan kondisi yang ada.

"Ini sangat kemunduran bagi kita semua dan ini yang akan senang adalah orang-orang yang sudah dan sedang melakukan korupsi karena merasa lebih aman lagi," ucapnya.

Baca juga: Soal Pemecatan 51 Pegawai, Wadah Pegawai Nilai Pimpinan KPK Tak Patuhi Instruksi Presiden

Boyamin juga menyinggung peran Presiden RI Joko Widodo yang dimintanya harus tegas dalam menyikapi keputusan pimpinan KPK yang memecat 51 pegawai ini.

Sebab jika dasar pemecatan karena 51 pegawai KPK itu tak lulus TWK, maka dirinya menilai tidak tepat, sebab hasilnya subjektif.

"Mestinya ini pak Presiden memberi ketegasan bahwa mereka (51 pegawai KPK), betul-betul tidak bisa diberhentikan."

Jokowi memberikan apresiasi kepada peluncuran Literasi Digital Nasional kemkominfo secara virtual dari Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/05/2021).
Jokowi memberikan apresiasi kepada peluncuran Literasi Digital Nasional kemkominfo secara virtual dari Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/05/2021). (Istimewa)

"Kecuali melanggar hukum berdasarkan putusan pengadilan atau melanggar kode etik berat berdasarkan putusan dewan pengawas KPK," tutur Boyamin.

Terlebih, kata Boyamin, keseluruhan pegawai yang bakalan dipecat tersebut sudah berstatus sebagai pegawai tetap KPK.

Oleh karenanya, keputusan pemecatan jika berdasar pada hasil asesmen TWK adalah tidak tepat.

"Mereka ini sudah pegawai tetap di KPK, tidak ada alasan memberhentikan mereka kalau bukan alasan itu tadi," kata Boyamin.

Baca juga: Anggota Komisi II : Apa Indikator 51 Pegawai KPK Lainnya Dapat Rapor Merah? 

"Kalau ini alasannya tes wawasan kebangsaan ini kan pertanyaan subjektif jawaban subjektif, penilaian lulus dan tidak lulus itu adalah sangat subjektif sehingga tidak bisa ini dipakai untuk memberhentikan dari 75 ataupun 51 pegawai KPK," sambungnya.

Menurut Boyamin jika keputusan tersebut diambil maka, dirinya meyakini ini menjadi sebuah kerugian tak hanya untuk internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi juga bagi negara.

"Ini (keputusan) yang sebenarnya yang sangat dirugikan bukan hanya KPK tapi negara pun rugi," tuturnya.

Pengamat Minta Jokowi Harus Bertindak

Selain Boyamin, Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, juga mendesak agar Presiden Jokowi mengambil tindakan terkait pemecatan 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK ASN.

Ray menilai, jika Jokowi tak mengambil tindakan apapun, maka peryataannya yang meminta 75 pegawai KPK tak diberhentikan hanya basa basi.

"Khususnya pembatalan SK baru pemberhentian 51 pegawai KPK yang dimaksud, tentu pernyataan presiden tanggal (17/5) lalu hanya basa basi," kata Ray kepada Tribunnews, Rabu (26/5/2021).

Baca juga: Diprediksi Indeks Persepsi Antikorupsi Indonesia Menurun Imbas Pecat 51 Pegawai KPK

Ray juga menilai, peryataan Presiden sebelumnya itu hanya sekedar mengerem kritik publik atas hasil TWK yang dimaksud.

Namun, tanpa ada keinginan yang sesungguhnya untuk menyelamatkan pegawai KPK seperti amanah MK.

"Tentu kenyataan ini menambah catatan prank pemerintah terhadap rakyat Indonesia. Setidaknya telah terjadi 2 kali prank pemerintah atas KPK: revisi UU KPK dan TWK staf KPK," ucap Ray.

Pengamat politik dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani Ray Rangkuti usai diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat pada Senin (19/12/2019).
Pengamat politik dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani Ray Rangkuti usai diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat pada Senin (19/12/2019). (Gita Irawan/Tribunnews.com)

"Prank lain adalah revisi UU ITE yang belum nampak perkembangan signifikannya, hingga hari ini," jelasnya.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara mengenai nasib 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Dari hasil rapat yang dilakukan bersama BKN dan Kemenpan RB pada Selasa (25/5/2021), ada 51 dari 75 pegawai KPK tak lolos TWK berakhir diberhentikan atau dipecat.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Dipecat, Ray Rangkuti: Rakyat Indonesia Kena Prank Lagi

Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

51 pegawai tersebut, kata Alex, sudah tidak dimungkinkan lagi untuk mengikuti pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan untuk menjadi ASN.

"Yang 51 orang, dari asesor, warnanya, dia bilang sudah merah dan tidak dimungkinkan dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor."

"Tentu tidak bergabung lagi dengan KPK," ujarnya, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Selasa.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Mawarta ungkap nasib dari 75 pegawainya yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Mawarta ungkap nasib dari 75 pegawainya yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). (Tangkapan Layar Youtube Kompas TV)

Alexander mengatakan, penilaian asesor menyebut hasil jawaban TWK dari 51 orang tersebut sudah tidak bisa diperbaiki.

Sementara, ada 24 orang pegawai yang masih bisa untuk dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Alex, ke-24 orang ini wajib menandatangani kesediaaan mengikuti pendidikan dan pelatihan.

"Terhadap 24 orang tadi nanti akan ikuti pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan," kata Alex.

(Tribunnews.com/Maliana/Rizki Sandi Saputra/Fransiskus Adhiyuda)

Berita lain terkait Seleksi Kepegawaian di KPK

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas