Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

LAKSI Tolak Upaya Penggiringan Opini untuk Lemahkan Pimpinan KPK

Karena itu LAKSI menolak upaya penggiringan opini yang melemahkan pimpinan KPK tersebut.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in LAKSI Tolak Upaya Penggiringan Opini untuk Lemahkan Pimpinan KPK
KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN
Logo KPK. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) menyatakan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) layak dipecat karena secara terang-terangan melawan pimpinan dan bersikap reaksioner serta frontal.

"Ke-51 orang pegawai yang gagal TWK ini bersikap melawan keputusan pimpinan KPK secara terang-terangan dan reaksioner serta frontal. Melawan keputusan pimpinan KPK sebagai pejabat negara jelas dapat disimpulkan sebagai langkah subordinasi terhadap kekuasaan pemerintah yang sah," kata Ketua LAKSI Azmi Hidzaqi lewat keterangan tertulis, Minggu (30/5/2021).

Karena itu LAKSI menolak upaya penggiringan opini yang melemahkan pimpinan KPK tersebut.

Baca juga: Saat TWK, Pegawai KPK Ditawari Jadi Isteri Kedua oleh Pewawancara 

Dikatakan, TWK adalah metode yang tepat dan benar  yang digunakan untuk melegalkan mekanisme alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Hasilnya, sebagian besar pegawai KPK lolos dan sebagian kecil dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi ASN.

"Miris apabila mereka yang mengaku WNI menolak TWK serta tidak menerima hasilnya, sedangkan TWK menjadi  bagian jati diri sebagai anak bangsa Indonesia dalam membangun fondasi bangsa, Pancasila, dan NKRI," tutur Azmi.

Berita Rekomendasi

Dia menyebutkan bahwa ke-51 pegawai KPK ini mengikuti perkembangan sejak awal dengan melakukan penolakan revisi UU KPK 2019 sampai dengan TWK, termasuk menunda pelantikan bagi mereka yang telah lulus.

Baca juga: Pegawai KPK: TWK Terhadap KPK Tak Sama dengan TWK CPNS

"Ini  semakin jelas dan terbuka bahwa mereka telah dengan sengaja dan mendesain untuk mengagalkan kebijakan proses legislasi (revisi UU KPK). Maka dapat disimpulkan bahwa saat ini mekanisme TWK adalah yang tepat untuk melakukan pembenahan dan penataan di dalam tubuh KPK," katanya.

Azmi menyatakan, jelas motivasi sejak awal dari mereka menginginkan agar KPK menjadi lembaga yang independen, bukan hanya dalam proses penyelidikan, dan tuntutan peradilan saja, akan tetapi independen di luar rumpun eksekutif. 

"Inilah yang menjadi permasalahannya, maka yang terjadi selama ini adalah KPK samakin sulit dikontrol dan terkesan adidaya dalam melakukan pemberantasan korupsi walaupun harus berlawanan dengan NKRI," katanya.

Strategi jihad korupsi yang selama ini di gaung-gaungkan sebagian 75 pegawai KPK seringkali dibangun melalui agitasi, propaganda, provokasi dan adu domba jelas tampak ketika ke-75 pegawai KPK tidak lolos TWK. 

"Maka sulit rasanya untuk menjadikan mereka sebagai abdi negara yang taat dan loyal terhadap nilai-nilai Pancasila dan NKRI," jelasnya. 

Azmi menambahkan, seharusnya 51 pegawai KPK ini dapat mengikuti aturan untuk menjadi ASN, jadi kalau ada keberatan silakan menggunakan mekanisme hukum dan gugat ke peradilan TUN. 

"Mereka kan paham hukum, jadi penyelesaiannya dengan cara hukum bukan malah melakukan propaganda di media sosial dan membuat kegaduhan. Negara harus hadir dalam mengatasi persoalan ini, jangan sampai negara kalah dalam menghadapi kelompok yang sulit di atur sesuai dengan UU," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas