Pengamat Sebut Rencana Belanja Alutsista Rp 1.785 Triliun Tergolong Kecil
Nilai Rp 1.760 triliun yang diisukan direncanakan Kemenhan untuk membeli alat sistem utama persenjataan (alutsista) dinilai kecil.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan, nilai Rp 1.760 triliun yang diisukan direncanakan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membeli alat sistem utama persenjataan (alutsista) selama 25 tahun masih tergolong kecil.
Hal tersebut disampaikannya dalam menanggapi beredarnya draf Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kemenhan dan TNI.
Dalam draf tersebut, terdapat jumlah biaya rencana kebutuhan (renbut) yang mencapai angka US$124,9 miliar atau sekitar Rp 1.785 triliun.
"Kalau menghitung 25 tahun, ya, itu sebenarnya kecil, ya," katanya ketika dihubungi, Senin (31/5/2021).
Baca juga: Soal Dugaan Anggaran Alutsista Mencapai Rp 1,7 Kuadriliun, DPR akan Panggil Prabowo
Meski tergolong kecil untuk kebutuhan 25 tahun ke depan, menurutnya, pemerintah perlu cermat dalam mencari pendanaan sebab rencananya akan dipenuhi dari pinjaman luar negeri.
"Bagaimana dari skema pinjaman suku bunga serendah mungkin dan tenornya sepanjang mungkin. Artinya, di bawah 2 persen atau bahkan 2 persen, terus dengan tenor panjang, ya, 12 tahun, kalau memungkinkan sampai 30 tahun," ujarnya.
Hal senada diungkapkan pengamat militer Universitas Bina Nusantara, Curie Maharani.
Baca juga: Kemenhan Bantah Rancangan Perpres Pengadaan Alutsista Sebesar Rp 1.785 Triliun
Menurutnya, angka Rp 1.760 triliun untuk belanja alutsista masih normal bahkan cenderung konservatif.
"Sepengetahuan saya, anggaran modernisasi alutsista pada MEF III itu Rp186.623,3 milar (lampiran RPJMN) yang berarti sekitar US$2,7 miliar per tahun, sedangkan rerata anggaran modernisasi autsista yang dialokasikan untuk 2020-2044 berkisar Rp3 t per tahun. Ada selisih sedikit di mana kita harus memperhitungkan defisit dan kenaikan harga alutsista," ucapnya.
Menurut Curie, isu yang bisa dilihat dalam rancangan Perpres adalah implementasi modernisasi yang tidak sesuai target (behind schedule). Salah satu penyebabnya adalah perubahan atau kaji ulang MEF, yang mengalami penyesuaian beberapa kali.
Baca juga: Modernisasi Alutsista TNI Akan Dibiayai Lewat Utang, Kemenhan Disebut Rancang Pinjaman Sebesar Ini
"Dengan melakukan pengadaan di depan, diharapkan pelaksanaannya lebih konsisten. Tapi apakah dimungkinkan secara regulasi? Itu perlu dijelaskan," ucapnya.
Ia melanjutkan perlunya evaluasi pencapaian MEF, berapa yang dibelanjakan (investasi), dan efektivitas militer yang dihasilkan.
“Kalau mau lebih presisi, tunggu menjelang akhir MEF. Mungkin 2023, ya, sebab antara penandatanganan kontrak pengadaan dengan delivery pasti ada jeda," ujarnya.
Terkait skema pengadaan, Curie mengatakan, Kemenhan harus konsisten dengan peraturan pengadaan yang sudah lex specialis.
Ia pun mengingatkan bahwa penyusunan rencana kebutuhan agar dilakukan bottom up dengan melibatkan angkatan.