Kronologi Kasus Dugaan Penyimpangan IUP Batubara yang Libatkan Bekas Dirut Antam
Dalam pengalihan IUP ini, diduga telah terjadi persekongkolan dalam proses pengalihan izin usaha antar sejumlah perusahaan.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI membeberkan peran eks Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Alwinsyah Lubis (AL) dan kelima tersangka lainnya dalam dugaan korupsi penyimpangan pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) Batubara seluas 400 hektar di Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Penyidikan perkara tersebut sejatinya telah berlangsung sejak 2018 lalu. Namun, kasus ini mangkrak dan baru bisa melakukan penahanan terhadap para tersangka pada 2021 ini.
Kasus tersebut bermula tersangka BM selaku dirut PT PT Indonesia Coal Resources (ICR) periode 2008-2014 melakukan akuisisi PT Tamarona Mas Internasional (TMI) yang memiliki izin perusahaan batubara di Mandiangin, Sarolangun dalam rangka mengejar ekspansi akhir tahun PT ICR pada 2010 lalu.
Dalam pengalihan IUP ini, diduga telah terjadi persekongkolan dalam proses pengalihan izin usaha antar sejumlah perusahaan.
Harga dengan kontraktor ditentukan sebesar Rp92,5 miliar meskipun belum dilakukan due diligence.
Baca juga: Pakai Rompi Tahanan dan Diborgol, Eks Dirut PT Antam Tertunduk Lesu Ditetapkan Jadi Tersangka
"Tersangka BM (Eks Dirut PT ICR) melakukan pertemuan dengan tersangka MT (Eks Komisaris PT CTSP) selaku penjual atau kontraktor Batubara pada 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp 92,5 miliar. Padahal belum di lakukan due delegates," kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer di Kejagung RI, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Baca juga: Hakim Sebut Ada Makelar Perkara di Kasus Korupsi Bansos Covid-19 yang Seret Juliari Batubara
Selanjutnya, kata Leonard, MoU disepakati di Jakarta pada 19 November 2010 dengan sejumlah perusahaan untuk mengakuisisi PT CTSP yang izin pada lahan 400 ha.
Baca juga: Polda Papua Barat Telusuri Kasus Dugaan Korupsi Bupati Fakfak Untung Tamsil
Namun, PT ICR pun meminta tambahan modal kepada PT Antam yang merupakan pemilik usaha perusahaan tersebut sebesar Rp150 miliar.
Menurut Leonard, penambahan modal tersebut disetujui melalui keputusan direksi tertanggal 4 Januari 2011 tanpa melalui kajian yang menyeluruh. Adapun penambahan modal yang disetujui adalah Rp 121,97 miliar.
"Dengan tidak dilakukannya kajian internal oleh PT Antam Tbk secara komprehensif ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangon nomor 32 tahun 2010 tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT TMI tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif," tukasnya.
Sebelumnya, eks Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Alwinsyah Lubis (AL) tertunduk lesu ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) Batubara seluas 400 hektar di Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Berdasarkan pengamatan Tribunnews di lokasi, Alwinsyah tampak mengenakan rompi berwarna merah jambu saat keluar gedung Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung RI.
Kedua tangan Alwinsyah juga dalam kondisi terborgol. Sembari berjalan menuju mobil tahanan, dia menutupi kepalanya dengan kedua tangannya dan menolak meladeni pertanyaan awak media.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan penyidik telah memeriksa 6 orang tersangka dalam kasus korupsi tersebut.
Penyidikan kasus ini pun telah berlangsung sejak 2018 lalu.
Selain Alwinsyah, kelima tersangka lainnya adalah HW selaku Direktur Operasional PT Antam Tbk, BM selaku mantan direktur utama PT ICR 2008-2014, dan MH selaku komisaris PT Tamarona Mas Internasional 2009-sekarang.
Berikutnya, dua tersangka lainnya yaitu AT sepaku Direktur Operasional PT ICW dan tersangka NT selaku pihak penjual saham atau direktur PT CPSP.
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi ini, itu telah ditetapkan 6 orang tersangka. Hari ini yang hadir 4 orang tersangka.
"Dua orang tidak hadir yang pertama tersangka AT selaku direktur operasional PT ICW dan tersangka NT pihak penjual saham atau direktur PT CPSP," kata Leonard di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Ia menyampaikan seluruh tersangka langsung dilakukan proses penahanan di tempat terpisah. Mereka akan ditahan selama 20 hari ke depan dalam rangka pemeriksaan.
"Setelah dilakukan pemeriksaan tim penyidik telah menetapkan para tersangka untuk dilakukan penahanan yaitu penahanan selama 20 hari terhitung sejak 2 Juni 2021 sampai dengan 21 Juni 2021 di tempatkan di Rutan Salemba Cabang Kejagung 3 orang dan satu orang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," tukasnya.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat dengan pasal pasal 2 ayat 1 Junto pasal 18 UU 31 ayat 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi juncto pasal 55 ay 1 kesatu KUHP.
Selain itu, tersangka juga dijerat pasal 3 junto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 55 ayat kesatu KUHP.