Menteri LHK Apresiasi Buku Karya Wartawan Suradi 'Bangga Menjadi Guru SMA 8 Jakarta: Sebuah Memoar'
Penulis maupun Menteri LHK, Siti Nurbaya sama-sama alumni SMA 8 Jakarta, hanya saja beda tahun lulus. Menteri Siti lulus 1974, sedangkan Suradi, tamat
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Di tengah kesibukan melaksanakan tugas negara sebagai pembantu presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya masih menyempatkan meluangkan waktu memberi kata pengantar untuk buku yang ditulis oleh jurnalis senior, Suradi, MSi berjudul “Bangga Menjadi Guru SMA 8 Jakarta: Sebuah Memoar”.
Kesediaan Menteri LHK memberi pengantar buku yang tak berkaitan langsung dengan bidang lingkungan dan kehutanan ini karena keduanya punya hubungan yang sangat baik selama ini.
Penulis maupun Menteri LHK, Siti Nurbaya sama-sama alumni SMA 8 Jakarta, hanya saja beda tahun lulus. Menteri Siti lulus 1974, sedangkan Suradi, tamat dari SMA 8 Jakarta tahun 1982.
Kemudian sebagai jurnalis, Suradi punya pegalaman panjang dalam bidang liputan di mana Siti Nurbaya menjabat, mulai Sekjen Departemen Dalam Negeri, kini Kemendagri, Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI), dan kini sebagai Menteri LHK.
Dalam kata pengantarnya yang cukup panjang, Menteri Siti Nurbaya menulis, memoar seorang guru ini sangat menarik. Jarang sekali seorang guru maupun dosen mampu menuangkannya dengan cara yang populer dan tidak membosankan untuk dibaca.
Suradi memang piawai dalam menulis. Karena selain sebagai guru, pada saat bersamaan dia pun menjadi seorang jurnalis yang terus mengasah kemampuannya dalam bidang menulis. Sejumlah buku biografi tokoh dan buku serius lainnya juga telah lahir dari buah penanya.
“Membaca memoar ini, kita diajak untuk masuk dan menyelami kehidupan sebuah lembaga pendidikan, khususnya SMA Negeri 8 Jakarta yang sangat dikenal di Jakarta, di tingkat nasional, maupun di luar negeri. Maklum, sekolah ini telah mengukir prestasi akademik yang gemilang dan mampu mempertahankannya selama lebih 40 tahun, hingga kini,”ujar Menteri Siti.
Siti Nurbaya sendiri dalam pengantar buku ini mengakui, bahwa dirinya memiliki kenangan berkesan selama bersekolah di SMA Negeri 8 Jakarta. Siti Nurbaya dan sebanyak 8 bersaudara dalam satu rumah, semua bersekolah di SMA Negeri 8.
“Selama di sekolah, saya juga aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler. Saya punya jadwal mingguan untuk latihan renang, basket, dan senam. Pada kegiatan basket yang saya tekuni sejak masih di SMP, saya kemudian sempat menjadi wasit bila ada pertandingan. Saya juga menjadi juri lomba menyanyi grup folk song,”ungkap Siti Nurbaya.
Di bagian lain pengantarnya, Siti Nurbaya juga mengatakan, “Pada organisasi OSIS SMA Negeri 8, saya pun aktif sebagai Sekretaris OSIS saat Ketua OSIS kami dijabat oleh Budiman Sadli, teman sekolah sejak masih di SMP, yang pada karir puncak beliau, menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD.”
Tentang penulis memoar ini (Suradi), Siti Nurbaya mengakui dia bukan siapa-siapa. Dia ‘orang biasa’ yang punya cita-cita besar mengubah persepsi siswa, bagaimana pelajaran sejarah itu membosankan menjadi sebaliknya, menyenangkan dan penting.
“Dengan gaya dan inovasinya dalam pembelajaran sejarah di era belum ada internet, dia mampu mengubah pandangan itu dan menjadikan pelajaran sejarah amat menyenangkan. Realitas historis diangkat dengan cara yang menarik, yakni storytelling dan mengajar murid-muridnya untuk berpikir, berdiskusi, dan mencari informasi tambahan di luar buku pelajaran,” tulis Siti Nurbaya.
Pengalaman Panjang Suradi
Buku setebal 250 halaman yang diterbitkan Diomedia, Solo, Juni 2021 ini menceritakan pengalaman panjang penulis dalam hubungannya dengan SMA 8 Jakarta. Dimulai ketika penulis sebagai siswa SMA yang terletak di kawasan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan ini (lulus 1982), lalu menjadi guru (honorer) di sekolah yang dikenal dengan singkatan Smandel selama 11 tahun (1989-2000).
Berhenti mengajar tidak menghilangkan komunikasi dengan sekolah ini, karena Suradi kemudian menjadi orang tua siswa, sebab dua puterinya diterima di sekolah ini (2013 dan 2014). Otomatis, penulis melanjutkan lagi aktivitasnya di SMA 8 Jakarta meski kini sebagai orang tua.
Semangat dan kecintaan pada sekolah tercinta itulah yang kemudian membuatnya aktif menjadi anggota Komite Sekolah SMA 8 hingga saat ini. Kisah panjang selama 30 tahun itulah yang diceritakan penulis dalam buku ini.
Pada bagian atau bab ‘Menjadi Guru” sebenarnya menjadi kekuatan pokok di buku ini, sebab penulis berhasil menceritakan dengan detil proses kreatifnya sebagai guru Sejarah dan PSPB atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Hasilnya? Mata pelajaran ini menjadi menarik dan tidak membosankan lagi, bahkan kenangan akan proses belajar sejarah di masa SMA itu membawa kesan tersendiri bagi banyak siswa.
Memori para siswa itu diawakili oleh 15 alumni yang dulu diajar Suradi. Yang luar biasa, 15 pemberi testimoni yang dimuat di bagian akhir buku ini, juga menceritakan bagaimana mereka terkesan dan tidak lupa dengan apa yang diajarkan di sekolah, dan dibimbing berkegiatan di OSIS oleh Suradi.
Sambutan memoar ini, yaitu Kepala Sekolah SMA 8 Jakarta, dra. Rita Hastuti, M.Pd menambah arti buku ini. Menurut Ibu Rita, buku ini bukan sekadar memoar pribadi Pak Suradi, tapi banyak cerita lain yang menarik, termasuk rentang panjang sejarah SMA 8 yang ditulis sangat lengkap tapi tidak membosankan. Banyak informasi yang didapat dari buku ini.
“Selamat, buku yang dinanti oleh banyak kalangan ini telah terbit, menggambarkan bagaimana perjalanan penulis dan juga SMA Negeri 8 Jakarta bisa menjadi seperti sekarang ini. Tulisan yang mengalir bersahaja, runut dengan bahasa yang mudah dipahami namun sarat makna,” papar Rita Hastuti dalam sambutannya.
Membaca buku ini kata Rita Hastuti, kita mengetahui secara lengkap informasi tentang SMAN 8 Jakarta. Siapa pun dapat mempelajari bagaimana sekolah ini mulai berdiri, melangkah, dan terus berlari mencapai titik tertinggi dalam prestasi, sehingga sangat diminati oleh sebagian besar masyarakat.(*)