Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Amnesty International Menilai, Pemecatan 51 Pegawai KPK Ancam Hak-hak Masyarakat di Indonesia

Amnesty International Indonesia menilai Pemecatan 51 Pegawai KPK Bisa Berdampak pada Pemenuhan HAM Masyarakat

Penulis: Gigih
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Amnesty International Menilai, Pemecatan 51 Pegawai KPK Ancam Hak-hak Masyarakat di Indonesia
Tribunnews/Irwan Rismawan
Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Antikorupsi melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan nonaktif setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut pemecatan 51 pegawai KPK dianggap melanggar hak-hak sebagai pegawai KPK.

Sebelumnya diketahui 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberhentikan karena dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Hal ini, menurut Usman, sangat melanggar hak-hak sebagai pegawai KPK, bahkan juga mengancam hak-hak sebagai masyarakat Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid (Tribunnews.com/ Dennis Destryawan)

"Pemberhentian 51 pegawai yang berpengalaman, berintegritas, dan berprestasi ini akan melemahkan kinerja antikorupsi KPK, yang juga dapat berdampak pada pemenuhan hak-hak asasi masyarakat Indonesia secara keseluruhan," kata Usman dalam konferensi pers daring, Selasa, 8 Juni 2021.

Lebih lanjut Usman mengingatkan negara mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia.

Menurut Usman, Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) dan Komentar Umum nomor 23 terhadap Pasal 7 ICESCR, telah menjamin hak atas kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan, direkrut, dan diberhentikan tanpa adanya diskriminasi dan tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan.

Pelemahan KPK juga juga dianggap bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk memastikan independensi dan efektivitas lembaga antikorupsi.

Berita Rekomendasi

Selain itu, Direktur Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menilai pemecatan ini juga akan secara signifikan melemahkan KPK.

Dalam konteks perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan Indonesia, ia melihat terdapat potensi serius peningkatan praktik korupsi di sektor lingkungan dan manajemen sumber daya alam.

"Meningkatnya praktik korupsi ini akan memperparah tingkat kerusakan lingkungan yang selama ini sudah kita alami," kata Leonard.

Leonard melihat pimpinan KPK sebelum ini mempunyai komitmen cukup kuat untuk mencegah dan menindak praktik-praktik korupsi lingkungan dan sumber daya alam.

Termasuk juga korupsi yang melibatkan pelaku-pelaku investasi pembangkit listrik tenaga batubara.

Para staf KPK yang akan dipecat ini, dianggap sebagai sosok paling depan yang melawan korupsi pada sektor lingkungan, sumber daya alam dan energi tersebut.

"Tidak mungkin dinafikan kemungkinan adanya skenario besar dibalik rencana pemecatan 51 orang pegawai KPK ini, untuk juga memuluskan praktik-praktik korupsi yang merusak lingkungan," kata Leonard.

Komnas HAM Buka Opsi Penjadwalan Ulang Klarifikasi Terhadap Pimpinan KPK Soal TWK

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik membuka kemungkinan penjadwalan ulang proses klarifikasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait aduan pegawai KPK yang menduga ada pelanggaran HAM dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan alih status pegawai KPK ke ASN.

Taufan membuka kemungkinan tersebut jika pimpinan KPK memang tidak bisa datang memenuhi undangan klarifikasi yang sedianya akan dilakukan pada Selasa (8/6/2021) hari ini.

"Oh iya dimungkinkan (penjadwalan ulang)," kata Taufan di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Selasa (8/6/2021).

Baca juga: Hari Ini, Komnas HAM Agendakan Klarifikasi Pimpinan KPK Soal TWK dan Alih Status Pegawai

Taufan mengatakan undangan klarifikasi tersebut merupakan hal yang biasa.

Ia mengungkapkan sebelumnya sejumlah pejabat negara juga pernah memenuhi undangan klarifikasi Komnas HAM dalam konteks aduan yang berbeda.

Taufan di antaranya menyebut Kapolda Metro Jaya, Kapolda Kalimantan Timur, hingga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim.

Baca juga: KPK Minta Sidang SP3 BLBI Ditunda, Tegaskan Tak Terkait dengan Polemik TWK

"Nadiem Makarim itu pernah dipanggil Komnas HAM, walaupun waktu itu beliau tidak bisa, beliau kirim Dirjen kan untuk menjelaskan ada satu aduan dari kelompok manusia, katanya ada pelanggaran Hak Asasi terkait kebebasan berekspresi mereka. Kita uji," kata Taufan.

(Tribunnews.com/Gigih/Gita Irawan)

Berita lainnya seputar Seleksi Kepegawaian di KPK

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas