Arsul Sani: Wajar Jika RUU KUHP Atur Pasal Penghinaan Presiden, Asal Tak Tabrak Putusan MK
Arsul juga mengungkap Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang berniat menerapkan hukum pidana terhadap penghina kepala negaranya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan wajar apabila pasal penghinaan presiden yang tercantum dalam RUU KUHP tetap dipertahankan.
Hanya saja, Arsul meminta agar aturan tersebut dibuat sebagaimana mestinya dan tidak menabrak putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Artinya wajar kalau di dalam KUHP kita berdasarkan bench marking, pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dan penyerangan martabat Presiden dan Wakil Presiden dipertahankan, tantangan kita adalah agar ini bagaimana tidak menabrak putusan MK," ujar Arsul, dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Rabu (9/6/2021).
Arsul juga mengungkap Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang berniat menerapkan hukum pidana terhadap penghina kepala negaranya.
Baca juga: SETARA Institute Sebut 3 Hal yang Menjadi Atensi Penting dalam Draf KUHP
Dia menyebut negara-negara lain seperti Denmark, Belgia, hingga Jerman menerapkan pasal serupa. Di Belgia, menghina kepala negara atau raja dapat diancam pidana sampai tiga tahun. Sementara di Jerman, penghinaan terhadap kepala negara dapat dihukum 3 bulan sampai 5 tahun.
"Gimana ini di negara lain dilihat? Dari bench marking yang saya lakukan, saya lihat begitu banyak negara-negara yang demokrasi seperti kita, bahkan praktisi demokrasi lebih lama dari kita itu juga tetap mempertahankan less majesty. Ketentuan-ketentuan pidana tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat pemegang kekuasan khususnya kepala negara," jelasnya.
Oleh karena itu, Arsul berpandangan pasal penghinaan presiden bisa tetap dipertahankan. Akan tetapi dia meminta jangan sampai pasal itu disalahgunakan.
"Jadi hemat saya pasal ini tetap dipertahankan tapi harus dengan formulasi yang baik dan hati hati dan potensi untuk disalahgunakan seminimal mungkin," imbuhnya.
Baca juga: Anggota Komite I DPD RI Tegas Menolak Pasal Penghinaan Lembaga Negara RUU KUHP, Beri 3 Argumentasi
Lebih lanjut, dia mengatakan ada tiga perubahan yang dibuat dalam draf RUU KUHP yang disepakati DPR dan Pemerintah sehingga tidak menabrak putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pasal penghinaan presiden.
Perubahan pertama, sifat deliknya diubah dari delik biasa menjadi delik aduan.
Kedua, menambahkan satu ayat yang mengatur soal pengecualian atas perbuatan menghina presiden.
Dan perubahan ketiga, menurunkan ancaman hukuman pidana menjadi di bawah lima tahun untuk menghindarkan potensi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.
"Pidananya harus diturunkan harus dibawah 5 tahun supaya Polri tidak bisa langsung menangkap dan membawa," tandasnya.