Pembatalan Haji 2021, Dirjen PHU Kemenag: Keputusan Pahit, tapi Ini Amanah Konstitusi
Khoirizi Dasir menyebut bahwa keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2021 adalah keputusan pahit.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Khoirizi Dasir, menyebut bahwa keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2021 adalah keputusan pahit.
Namun, Khorizi menyebut hal itu merupakan wujud pelaksanaan amanah konstitusi.
"(Pembatalan haji) ini adalah suatu amanah konstitusi kita bahwa negara wajib melindungi warga negaranya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik jiwa maupun harta bendanya," ungkap Khoirizi dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (9/6/2021).
Konstitusi UUD 1945 itu, lanjut Khorizi, diturunkan dalam UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Dalam UU tersebut, terdapat tiga tujuan penyelenggaraan ibadah haji, yaitu pembinaan, pelayanan, dan perlindungan.
"Ketika kita bicara pembinaan, sudah kita lakukan manasik, buku manasik sudah kita sebarkan," ungkapnya.
Baca juga: Pembatalan Haji Dinilai Tak Berdampak Signifikan Bagi Penyedia Travel Umrah dan Haji
Bahkan, Kemenag sudah menerbitkan pula panduan manasik haji di masa pandemi.
"Pelayanan juga begitu, asrama haji insyaallah sudah siap, dokumen sudah terkumpul, kontrak pesawat sudah kita lakukan nego dan seterusnya," ungkapnya.
Namun, lanjut Khoirizi, begitu berbicara mengenai perlindungan jemaah, pemerintah dihadapkan dalam kondisi yang tak mudah.
"Hingga hari ini tidak ada orang yang bisa menjamin, bagaimana melindungi jemaah saat kita harus melakukan pengumpulan massa."
"Maka dari itu dalam rangka memberikan perlindungan pada jemaah, pemerintah dengan melihat segala aspek dan segala stakeholder untuk menyikapi kondisi hari ini," ungkap Khorizi.
Baca juga: Tangis Calon Jemaah Haji Asal Rembang setelah 3 Kali Gagal Berangkat, Hanya Bisa Ikhlas dan Bersabar
Arab Saudi Belum Sampaikan Kuota
Sementara itu, selain aspek perlindungan jemaah terhadap Covid-19, aspek teknis juga disebut Khoirizi turut mendasari pemtalan pemberangkatan jemaha haji tahun ini.
Khoirizi menyebut sampai hari ini Arab Saudi belum memberikan informasi secara resmi mengenai penyelenggaraan ibadah haji 2021.
"Apakah penyelenggaraan haji 2021, Arab Saudi melibatkan negara muslim lainnya, atau seperti tahun lalu hanya melibatkan warga muslim di Arab Saudi ditambah dengan ekspatriat yang tinggal di sana."
"Kemudian space waktu semakin sempit, kita tidak bisa berbuat apa-apa, untuk melanjutkan proses sangat tergantung dengan kuota, sementara kuota itu belum pernah didiskusikan pemerintah Arab Saudi," ungkap Khoirizi.
Baca juga: Soal Ibadah Haji, Aktivis PMII: Respons Dubes Arab Saudi Tidak Tepat dan Berlebihan
Pembatalan Haji 2021
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, keputusan pembatalan keberangkatan jemaah Haji 2021 sudah melalui kajian mendalam.
Kemenag sudah melakukan pembahasan dengan Komisi VIII DPR pada 2 Juni 2021.
Mencermati keselamatan jemaah haji, aspek teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII DPR dalam simpulan raker tersebut juga menyampaikan menghormati keputusan yang akan diambil pemerintah.
"Komisi VIII DPR dan Kemenag, bersama stakeholder lainnya akan bersinergi untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi publik yang baik dan masif mengenai kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M," ujarnya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (3/6/2021).
Baca juga: Dubes Arab Saudi Luruskan Informasi soal Pembatalan Haji, Termasuk soal Penggunaan Vaksin
Kemenag juga telah melakukan serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya.
Pemerintah menilai, pandemi Covid-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.
Menurutnya, agama mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan.
Ia menyebut, persiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.
"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi."
"Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.
"Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjut Menag.
Baca juga: Antrean Haji Makin Panjang, Kemenag: Itu Keniscayaan Tak Bisa Dihindari
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi.
Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal 2021, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam.
Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain."
"Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terang Menag.
Berita terkait Ibadah Haji 2021
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Nuryanti)