Politikus Gerindra Usul Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP Jadi Pasal Perdata
Habiburokhman mengusulkan agar sebaiknya pasal penghinaan presiden dialihkan ke ranah perdata, bukan ranah pidana.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal penghinaan presiden yang tercantum dalam RUU KUHP menjadi bahasan dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Rabu (9/6/2021).
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, Habiburokhman mengusulkan agar sebaiknya pasal penghinaan presiden dialihkan ke ranah perdata, bukan ranah pidana.
"Ini terkait substansi, saya ini pak pegel juga selalu ditanyakan pasal 218 RUU KUHP, penghinaan presiden. Saya sendiri dari dulu, dari mahasiswa paling benci ini pasal," ujar Habiburokhman dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Menkumham, Rabu (9/6/2021).
"Saya rasa kalau saya ditanya, baiknya ini dialihkan ke ranah perdata saja. Jadi penyelesaiannya ke arah perdata sehingga tidak melibatkan kepolisian dan kejaksaan yang berperan rumpun eksekutif," imbuhnya.
Baca juga: Ada Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP, Ini Penjelasan Menkumham
Politikus Gerindra itu mengungkap pasal penghinaan presiden ini sebaiknya dibawa ke ranah perdata sehingga tidak melibatkan kepolisian dan kejaksaan dalam menangani perkara tersebut.
Karena, kata Habiburokhman, kedua institusi itu berada di rumpun eksekutif, sehingga dapat digunakan untuk melawan orang yang berseberangan dengan kekuasaan.
"Selama ini masih dalam ranah pidana, tujuan bahwa pasal ini digunakan untuk melawan atau menghabiskan orang yang berseberangan dengan kekuasaan akan terus timbul seobjektif apapun proses peradilannya," jelas Habiburokhman.
"Karena apa? Karena kepolisian dan kejaksaan itu masuk dalam rumpun eksekutif, jadi kaitannya itu," imbuhnya.