Warga Kirim Surat ke Komisi II DPR Tolak Tambang Dairi Prima Mineral di Zona Gempa
Mengingat keberadaan dari Bendungan Tailing yang dibangun berada sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap penolakan terhadap operasional tambang seng dan timbal PT. Dairi Prima Mineral (DPM) di wilayah konsesi tambang seluas 24.636 hektar semakin menguat.
Alasan keberadaan lokasi tambang yang berada di zona rawan gempa, perusakan hutan tadah hujan hingga ancaman keselamatan warga, terus dikemukakan berbagai kalangan tomas dan masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, dengan gerakan beberapa kali aksi unjuk rasa ke DPRD Dairi, bupati sampai ke Kementerian KLHLK.
Project pertambangan senilai $630 juta yang dioperasikan oleh Dairi Prima Mineral (DPM), sebuah perusahaan patungan raksasa pertambangan Indonesia Bumi Resources, yang dimiliki oleh keluarga Bakrie dengan Kelompok Pertambangan Logam Non Ferrous China (NFC) milik negara Tiongkok.
Pada operasionalnya, akan menggali tanah Bukit Barisan, tulang punggung Sumatera yang merupakan daerah patahanan gempa.
Daerah ini dikelilingi oleh hutan lindung dan desa-desa masyarakat adat Pakpak, Kabupaten Dairi di Sumatera Utara.
Baca juga: Fraksi PKS Desak Pemerintah Evaluasi Izin Tambang di Pulau Sangihe
Demikian diungkapkan Pemimpin Gereja terbesar di Sumatera Utara, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ephorus Robinson Butarbutar.
Melalui surat tertulisnya ke Komisi II DPR RI, mereka menyatakan penolakan tersebut bergejolak seiring dengan keluarnya ijin operasi produksi PT. DPM oleh Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada awal tahun 2018.
Melalui ijin tersebut, PT.DPM pun mulai melakukan pembanguan tailing storage facility/fasilitas penyimpanan limbah (TSF) atau bendungan penampungan limbah tambang (tailing) yang hanya berjarak kurang dari 1000 m dari pemukiman penduduk.
Dimana pada lokasi pembangunan Bendungan Tailing itu, terdapat bangunan rumah ibadah Gereja HKBP Sikhem Sopo Komil di Kabupaten Dairi yang pada akhirnya juga saat ini terancam direlokasi.
"HKBP Menolak Relokasi HKBP Sikhem Sopo Komil untuk kepentingan Pembangunan TSF, penolakan terhadap rencana relokasi ini dalam kerangka perjuangan untuk mempertahankan ruang hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam sekitar," kata Pendeta Robinson dikutip dari surat tertulisnya, Selasa (15/6/2021).
Menurutnya membangun bendungan tailing kurang dari 1000 meter dari pemukiman termasuk ilegal, sementara itu di Sumatera Utara, DPM mengusulkan bendungan dibangun hanya 400 m dari pemukiman.
"Selain itu, Adendum meremehkan adanya risiko banjir," kata Pendeta Robinson.
Ditambahkan Pendeta Robinson, dari rencana pembanguan bendungan tailing oleh PT.DPM kelak akan dibangun tak lebih dari 14 km dari Sesar Besar Sumatra.
Sementara menurut studi yang digelar Masyarakat Geoteknik Jepang (JGS) pada 2009 lalu, permukaan tanah di lembah Sopokomil didominasi oleh abu vulkanik dari letusan Toba.