Komnas HAM Sarankan Pemerintah dan DPR Kaji Ulang Usulan Revisi Terbatas UU ITE
Komnas HAM RI menyarankan pemerintah dan DPR mengkaji ulang usulan revisi terbatas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI menyarankan pemerintah dan DPR mengkaji ulang usulan revisi terbatas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga menegaskan bahwa dalam melakukan pembatasan atas kebebasan berekspresi dalam revisi UU ITE agar dilakukan secara akuntabel, non diskriminatif, tidak multi tafsir, dan bisa diuji oleh publik berdasar Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi yang disusun Komnas HAM.
Adapun tolok ukur dalam menguji revisi UU ITE, kata dia, adalah legalitas, proporsionalitas, dan nesesitas.
Artinya, lanjut dia, revisi atas UU ITE harus mampu menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang lebih kondusif.
"Oleh karena itu, Komnas HAM RI merekomendasikan agar Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji ulang usulan revisi terbatas UU ITE, karena revisi terhadap empat pasal tersebut bukan solusi atas ancaman dan problem kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia," kata Sandrayati dalam keterangan resmi Komnas HAM pada Selasa (15/6/2021).
Pemerintah dan DPR RI, lanjut dia, harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai dasar pengambilan kebijakan maupun pembentukan peraturan perundang-undangan dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Keterlibatan Lembaga Negara Independen serta koalisi masyarakat sipil dan akademisi diperlukan guna memastikan proses revisi UU ITE berjalan partisipatif, terbuka, dan non-diskriminatif," kata Sandrayati.
Selain menyampaikan rekomendasi terkait usulan revisi UU ITE, Sandrayati juga menyampaikan enam sikap Komnas HAM.
Baca juga: Bahas Revisi UU ITE dengan Koalisi Masyarakat Sipil, Mahfud MD : Masukan Bisa Disampaikan ke DPR
Pertama, kata dia, keberadaan UU ITE telah mengancam hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Pada tahun 2020, kata Sandrayati, Komnas HAM RI menerima 22 aduan terkait UU ITE.
"Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Komnas HAM pada 2020 terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, sebanyak 36,2% masyarakat merasa tidak bebas dalam menyampaikan ekspresinya di media sosial (internet)," kata Sandrayati.
Kedua, terjaminnya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sangat penting dalam pelaksanaan negara demokratis sebagai bentuk pengawasan, kritik, dan saran dalam penyelenggaraan pemerintahan.
"Pada negara demokratis, kedaulatan negara berada di tangan rakyat sehingga kehendak rakyat yang disampaikan melalui pendapat dan ekspresinya harus menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan," kata dia.
Ketiga, kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin diantaranya dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, kata dia, juga dijamin oleh berbagai instrumen HAM internasional seperti Deklarasi Universal HAM dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi dalam UU No. 12 Tahun 2005.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.