Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketimbang Pajaki Sembako, Pemerintah Dinilai Bisa Cari Solusi Lain untuk Naikkan Pendapatan Negara

Pemerintah dinilai masih bisa mengoptimalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menambah pendapatan negara ketimbang mengenakan PPN pada sembako.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Ketimbang Pajaki Sembako, Pemerintah Dinilai Bisa Cari Solusi Lain untuk Naikkan Pendapatan Negara
Tribunnews/Jeprima
Pedagang menata barang dagangannya di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada bahan kebutuhan pokok atau sembako masih menunggu pembahasan lebih lanjut setelah pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.?Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Retno Tanding, menilai pemerintah masih bisa mencari solusi lain untuk meningkatkan pendapatan negara selain mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako.

Retno menyebut, pemerintah bisa mengoptimalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menambah pendapatan negara.

BUMN, jelas Retno, merupakan satu dari tiga pilar ekonomi yang termaktub dalam konstitusi UUD 1945.

"Keberadaan BUMN seharusnya menjadi salah satu penguat, menjadi pilar ekonomi Indonesia," ungkap Retno dalam program diskusi Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (16/6/2021).

Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Retno Tanding.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Retno Tanding. (Istimewa)

Baca juga: Kritik Fadli Zon soal Wacana Pajak Sembako, Dinilai Jahat dan Miskin Imajinasi

Retno menyebut, harus diakui dari sekian banyak BUMN, belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

"Kalau kita bicara jumlah dan penyertaan modal yang ada di dalamnya, kalau kita bicara beberapa saat yang lalu, sempat muncul berita tentang ketidakelokan pengelolaan BUMN-BUMN di Indonesia," ungkap Retno.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin AK.

Berita Rekomendasi

Amin menyebut seharusnya pemerintah bisa mencari sumber pendapatan lain di luar PPN dari sembako dan pendidikan.

"Kalau dari pajak ya mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi untuk kalangan masyarakat yang kaya raya, konglomerat itu."

"Kalau di luar negeri PPN bisa mencapai 40 persen, di Indonesia kan nggak sampai segitu untuk yang kaya raya itu," ungkapnya dalam diskusi yang sama.

Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PKS, Amin AK.
Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PKS, Amin AK. (Panggung Demokrasi Tribunnews)

Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Sebut Pengenaan Pajak untuk Sembako Sangat Tidak Tepat

Adapun untuk pendapatan lain, ungkap Amin, dapat dihasilkan dari sejumlah sumber.

Seperti bagi hasil dari sektor sumber daya mineral maupun non mineral yang selama ini bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam.

"Kita ketahui belum maksimal memberikan pendapatan bagi APBN," ungkapnya.

Selain itu, pemerintah juga dinilai dapat menggenjot pendapatan dari deviden BUMN.

Sebelumnya, draf RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang diduga bocor, ramai menjadi perbincangan masyarakat.

Di dalamnya terdapat wacana menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen.

Selain itu, muncul wacana sembako akan dikenakan PPN.

Baca juga: Isu Pajak Sembako di Tengah Pandemi, Pemerintah Diminta Fokus Tangani Covid-19

Penjelasan Menkeu soal Pajak Sembako

Menkeu Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani (Ist)

Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menegaskan pihaknya tak akan memungut PPN bagi sembako murah.

Namun, yang terkena PPN ialah sembako berharga tinggi.

"Poinnya adalah, kita tidak memungut PPN sembako. Kita tidak memungut. Dan apakah di dalam RUU KUP nanti akan ada (PPN sembako)? Untuk yang itu tidak dipungut. Itu saja, clear," kata Sri dalam rapat kerja Komisi XI bersama Menkeu, Senin (14/6/2021), dikutip dari Kompas TV.

Sri juga menjelaskan barang kategori sembako dapat pula diklasifikasikan ke barang-barang yang premium.

Baca juga: Sri Mulyani: Pajak yang Anda Bayarkan Kembali untuk Rakyat Indonesia

Ia mencontohkan barang premium seperti beras basmati dan shirataki hingga daging wagyu.

"Beras yang sekarang ini seperti shirataki atau basmati. Jadi kalau dilihat harganya, Rp 10.000 per kilogram sampai Rp 200.000 per kilogram."

"Nah, ini kan bisa mengklaim sama-sama sembako," jelasnya.

Sementara, Sri memastikan untuk beras produk petani bangsa seperti Rojolele, Pandan Wangi, tidak akan dikenakan pajak.

Ia menerangkan, untuk sembako murah tersebut akan disiapkan fasilitas pembebasan atau ditanggung pemerintah.

"Kalau dia menjadi objek memang dia berarti bisa dipajaki. Tapi kan bisa dibebaskan pajaknya, DTP, bisa tarifnya 0, kan begitu. Versus yang tarifnya lebih tinggi. Makanya itu yang bisa kita sampaikan di dalam PPN bisa multitarif," ungkapnya.

Baca artikel Pajak Sembako lainnya

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas